ADA nggak ya, yang hari ini, kemarin atau pekan ini mengunjungi gurunya, atau sekadar telepon misalnya? Ya, sekadar berkata halo, apa kabar, sehat wal 'afiat Bapak Ibu guruku. Ya, syukur kalau bisa datang sambil membawa oleh-oleh, makanan, sarung, mukena, kopiah atau hijab?
Sekali lagi, syukur kalau ada. Tapi bisa jadi kalau sang murid yang kini sudah jadi orang lagi pada sibuk sendiri, ya. Apalagi yang sudah jadi penggede, wah sibuk luar biasa. Boro-boro ingat sama guru, sama orang tuanya saja kadang lupa. Iya apa?
Ah, jangan menuduh orang yang nggak-nggak kayak gitulah, pasti ada yang ingat. Misalnya kebetulan itu bekas murid tinggal satu kampung, atau tetanggaan. Kan ngak mungin dong kalau nggak mau mengunjungi?
Baca juga: Jangan Terpaksa Tatap Muka
Sekadar ingat mengingat, maklum manusia suka banyak lupanya daripada ingatnya. Bisa jadi sengaja lupa kalau sudah jadi orang.
Nggak peduli bahwa sebenanya sang gurulah yang memberi ilmu, ya guru sejak SD sampai tingkat perguruan tinggi. Merekalah yang memberikan bekal sehingga murid-muridnya bisa pintar.
Anak murid terus menanjak jadi orang sukses, sementara sang guru, tetap jadi guru. Kan begitu?
Baca juga: Petugas Tak Usah Ikutan Jahat
O, ya sebelum ngelantur. Mari sama-sama ingatkan, bahwa guru juga manusia. Boleh tengok kehidupan guru, ada yang sudah cukup baik. Pokoknya lumayan.
Tapi, masyarakat banyak melihat guru yang selain mengajar di sekolah, mereka juga harus mencari nafkah sampingan, berdagang atau jadi tukang ojek. Ini terjadi karena sebagian guru ada yang masih berstatus honorer. Artinya mereka harus banting tulang setelah mengajar. Cari tambahan.
Jadi, jangan sampai ada yang mengubah peribahasa 'guru digugu dan ditiru. Pagi mengajar memberi ilmu, sore ngojek cari tambahan sembako?’ Ah, kasihan guru. (massoes)
.png)
.jpg)
