DIKISAHKAN, satu hari ada dialog antara ibu kerbau dan anaknya. Ketika tiba waktu Zuhur, kerbau yang bekerja sebagai penarik bajak, diistirahatkan. Sambil makan rumput dan batang padi, si anak kerbau tanya pada sang ibu kerbau. Bu, itu suara apa? Tanya sang anak ketika azan berkumandang dari kejauhan.
Oh, itu suara azan. itu pemberitahuan bagi bangsa manusia agar mereka menunaikan ibadah salat. O gitu, kok ibu nggak salat? Tanya si anak kerbau. O, nggk lah, kita ini kan bangsa kerbau, nggak ada kewajiban. khusus untuk bangsa manusia.” Lho, itu majikan kita yang manusia, kok nggak salat? O, iya itu bangsa manusia yang berprilaku kerbau.
Itu pribahasa ‘Tuturut Munding’( ikut-ikutan kerbau) dari Pasundan, yang sangat menyentuh dan seharusnya ini nasihat sangat berharga bagi manusia. Nggak enak kan kalau dibilang sebagai bangsa kerbau?
Sebenarnya semua nasihat itu bagus, tapi pribahasa ini cukup menyentuh karena perumpamaan ini diperankan oleh bangsa hewan. Walau pun yang mengarang pribahasa ini manusia. Sengaja kali, bahwa memang di suatu ketika orang-orang pinter,berilmu nggak dituruti lagi omongan atau nasihatnya.
Mengapa, ya karena mereka sudah pada ribet sendiri. Boro-boro kasih nasihat buat orang lain, mereka juga nggak bisa nasehati diri sendiri?
Sebenarnya, dari nasihat itu ingin menyampaikan bahwa bukan soal salat atau ibadah yang lain, tapi betapa manusia sudah sebegitu sibuknya dengan urusan duniawi. -massoes