Aja Cidra Mundak Cilaka

Kamis 19 Nov 2020, 07:00 WIB

Oleh Harmoko

Orang bijak sering berkata: Kecurangan adalah awal dari kerugian. Tentu, kerugian yang pertama akan dialami diri sendiri, mereka yang mencurangi. 

Yang kedua, mereka yang dicurangi dan ketiga orang lain yang ikut terdampak akibat ada kecurangan

Curang identik dengan kemunafikan. Karena orang yang munafik cenderung bersikap curang.

Curang adalah tidak jujur, tidak lurus hati, atau tidak mungkin adil.

Itulah sebabnya siapa pun yang bersikap tidak adil sejatinya telah berbuat curang. Mencurangi diri sendiri dan orang lain.

Seseorang bisa berbuat curang karena memiliki kemampuan, kesempatan, dan tentu saja, kemauan. 

Kemampuan karena kepandaiannya, bisa karena kekuasaaannya dan terdorong karena adanya kesempatan.

Ada pesan moral dari para leluhur, orangtua kita melalui pepatah sebagai berikut: "Aja Kuminter Mundak Keblinger; Aja Cidra Mundak Cilaka".

Yang artinya jangan merasa paling pandai agar tidak salah arah; jangan berbuat curang atau khianat agar kelak selamat dan tidak celaka di kemudian hari.

Jika dijabarkan secara bebas pepatah bahasa Jawa ini mengajarkan agar kita senantiasa rendah hati. Kaya harta benda tetapi tidak pernah memamerkan hartanya. Memiliki kepandaian lebih, tetapi tidak selalu menonjolkan diri.

Memiliki kekuasaan tetapi tidak untuk diunggulkan. Sebaliknya, selalu bersikap sederhana, sebagaimana rakyat biasa.

Jika sudah merasa paling pintar, paling kuasa, paling baik, paling tajir, dan paling super lainnya yang mengunggulkan keakuan dan keangkuhannya. Padahal paling - paling bisanya kebablasan, salah arah, dan akhirnya berujung petaka.

Karenanya apa pun profesinya, setinggi apa pun kekuasaan yang melekat pada diri, sebaiknya tetaplah rendah hati dan membumi! Agar kelak selamat diri di kemudian hari.

Bukan sebaliknya! Karena merasa diri paling super dalam segalanya, lantas berbuat semena  - mena, curang misalnya.

Padahal curang adalah suatu sikap yang sama sekali tidak dianjurkan karena bertentangan dengan falsafah bangsa kita. Utamanya tidak sejalan dengan pengamalan butir keempat sila kedua dasar negara kita. Dan tidak sesuai dengan ajaran luhur para pendiri negeri ini.

Haruskah kita khianati ajaran leluhur kita? Jawabnya tentu saja tidak! Sebaliknya harus sedapat mungkin kita jalani dalam kehidupan sehari - hari.

Ingat! Sekali "cidra"  mengena di hati, kita akan tidak dipercaya lagi, meski telah berkata jujur dengan mengungkap sebuah kebenaran.

Yang mengkhawatirkan, kecurangan akan dibalas dengan kecurangan kembali. Maka bisa jadilah saling berlomba kecurangan tanpa henti.

Semoga ini tidak terjadi. Walaupun hanya di dalam mimpi. (*)

Berita Terkait

Perlu Malu, Tapi Tidak Malu – Maluin

Kamis 03 Des 2020, 07:00 WIB
undefined

News Update