JAKARTA - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, dampak pemilu di AS cukup besar bagi prospek perdagangan Indonesia kedepannya.
"Kebijakan proteksionisme yang dilakukan Trump sudah banyak merugikan kepentingan Indonesia. Buktinya kinerja ekspor sebelum pandemi sudah lesu karena rendahnya permintaan bahan baku ke China dan ekspor langsung ke AS. Selain itu Trump dinilai menciptakan banyak ketidakpastian dalam ekonomi global," kata Bhima saat dihubungi, Rabu (4/11/2020).
Bhima mengatakan, sementara Biden lebih berpengalaman menjalin hubungan multilateral yang produktif pada era Obama. Maka jika Biden terpilih diperkirakan tensi perang dagang akan menurun.
Baca juga: Klaim Menang, Trump Masih Bertarung Sengit dengan Biden di Pemilu AS
Disisi lain kebijakan stimulus ekonomi di partai demokrat akan lebih besar untuk mendorong pemulihan daya beli kelas menengah di AS. Biden juga mendorong upah minimum federal naik menjadi 15 USD/jam. Imbasnya permintaan barang dari Indonesia akan semakin besar jika daya beli di AS meningkat.
"Ini berbeda jika Trump yang menang karena stimulusnya lebih ditekankan pada pemangkasan pajak bagi orang kaya." katanya.
Terkait dengan dampak ke pasar keuangan, bebernya, Biden akan memberikan angin segar ke arus modal asing jika terpilih. Investor AS yang selama ini bermain aman dengan beli emas, dolar dan yen jepang atau safe haven mulai berani masuk ke emerging market.
Baca juga: Indonesia Punya Kepentingan Jika Donald Trump Terpilih Lagi Jadi Presiden AS
Hal ini dibuktikan dengan menguatnya IHSG sebesar 4.72% dalam sebulan terakhir sehingga berada di level 5.159.
"Sementara dana asing tercatat mulai mengurangi aksi jual bersihnya. Salah satu yang akan di incar oleh investor pastinya obligasi pemerintah Indonesia karena tawarkan bunga yang tinggi kepada investor. Dari segi FDI atau investasi asing langsung AS diprediksi semakin masuk ke Indonesia jika normalisasi hubungan dagang berhasil," ujarnya.
Biden pun sepertinya akan mengambil langkah yang lebih taktis untuk menghadapi China di Asia tenggara, khususnya pada masalah sengketa Laut China Selatan.