ADVERTISEMENT

Pilih Kawini Wanita Lebih Tua Apa Pecinta Benda Purbakala?

Rabu, 28 Oktober 2020 07:30 WIB

Share
Pilih Kawini Wanita Lebih Tua Apa Pecinta Benda Purbakala?

SUDAH dibilangi orangtua, jangan ambil istri jauh lebih tua, repot di belakang nanti. Tapi Subar (27), tidak peduli. Karena sudah kadung cinta, Rita (30), yang berusia 3 tahun lebih tua darinya disosor juga. Dan setelah jadi suami istri, ternyata istri lebih dominan, susah dinasihati suami, sampai akhirnya cerai juga.

            Benar kata orang bijak, jika cinta sudah melekat tahi kucing serasa coklat. Apapun kelakuan doi, dianggap bagus saja. Padahal setelah menjadi suami istri, yang bagus-bagus itu hilang, tinggal yang jeleknya doang. Jika tak bisa memahami kekurangan pasangannya, ambil jalan pintas saja: bercerai. Lebih-lebih bila belum ada momongan, opsi semacam itu menjadi perioritas.

            Subar warga Surabaya, termasuk yang begitu itu. Susah dinasihati orangtua, agar jangan menikahi Rita yang usianya lebih tua. Tapi Subar tak peduli oleh saran orangtua. Mungkin juga dia termasuk pecinta benda purbakala. Tapi kok tak kuliah di jurusan Sastra dan Budaya?

            Sedari awal Subar ini memang pemuda rumahan, jarang bergaul dengan tetangga sekitarnya. Karenanya sejak usia ABG sampai sekarang, dia tak punya kenalan cewek baru kecuali para tetangga semenjak kecil. Tapi mereka ini juga tak ada yang nyangkut di hatinya, dan para gadis itu memilih cowok alternatip lain.

            Tapi di tempat kerjanya, dia lalu kenal dengan Rita, pegawai lebih lama dan senior darinya. Orang Jawa punya ungkapan, witing tresna merga kulina, dan itulah Subar-Rita. Rita bisa menerima cinta Subar yang lebih cocok jadi adiknya. Dan Subar juga bisa menerima cinta Rita yang lebih pas jadi kakaknya.

            Rita pun lalu diperkenalkan pada orangtuanya. Apa kata orangtua? Apakah sudah dipikirkan masak-masak, dipertimbangkan untung ruginya. Ketika masih muda sih nggak masalah. Tapi nanti ketika sudah usia 60 tahun ke atas, batu terasa. Suami masih membutuhkan kehangatan malam, tapi istri yang sudah berusia 63 tahun tak mampu melayani. “Kalau hanya butuh kehangatan, kan masih ada kompor.” Begitu bapak ibu Subar memberi gambaran.

            Tapi lebih tua kan lebih pengalaman, begitu alasannya. Pengalamm dalam hal apa? Tapi sudahlah, orangtua bisanya memberi restu, dan Sabar-Rita pun menikah. Namun faktanya, setahun sudah perkawinan keduanya tapi tak membawa hasil. Anak yang didambakan setiap rumahtangga belum juga terwujud.

            Di sisi lain, Subar mulai kecewa karena Ita lebih dominan dalam rumahtangga. Sebagai istri dia memiliki hak veto. Jika tak setuju dengan kebijakan suami, dia bisa menolak. Tapi sebaliknya, penolakan atas sesuatu tak pernah digubris. Alasannya, penghasilannya lebih besar, mesti lebih berkuasa. Jadi mirip saham dalam sebuah perusahaan, siapa yang lebih besar sahamnya dialah sebagai penentu.

            Dengan sedikit malu Subar berkeluh kesah pada orangtua. Lalu apa saran mereka? Kali pertama yang keluar dari mulut orangtua, “Tuh kan, kamu susah dibilangi. Ngeyel seperti oposisi!” Tapi pada akhirnya mereka juga menyaranan, mumpung masih muda dan belum ada anak, ya sudah bercerai saja.

            Sebetulnya Rita keberatan, tapi keputusan Subar sudah bulat. Maka persoalan ini dibawa ke Pengadilan Agama Surabaya. Biasa, majelis hakim selalu menasihati agar tidak terburu-buru memutuskan cerai. Toh baru setahun usia perkawinannya. Kalau dipaksakan, itu namanya pengantin sepasar bubar. Coba pikir-pikir dulu, jangan keburu nafsu.

Halaman

ADVERTISEMENT

Reporter: Winoto
Editor: Winoto
Sumber: -

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT