ADVERTISEMENT

Kampanye Pilkada

Minggu, 25 Oktober 2020 06:00 WIB

Share
Kampanye Pilkada

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

SEKARANG ini sedang saatnya para calon bupati dan walikota berkampanye karena saat Pilkada sudah makin dekat. Soalnya Pilkada tidak ditunda meskipun ada pandemi Covid-19. Ada yang bilang proses Pilkada tidak bisa distop agar tidak mengganggu proses pergantian kepemimpinan di daerah-daerah. 

Tapi pendapat yang usil menyatakan bahwa Pilkada tidak bisa ditangguhkan agar anak dan menantu tidak tertunda menjadi kepala daerah. Entah anak mantu siapa pula ini maksudnya? Mungkin karena dalam Pilkada selalu ada politik dinasti di daerah. Lagian kon yakin banget bakal terpilih.

Menjadi Gubernur, Bupati dan Walikota itu pastilah menarik siapapun tanpa memandang keahlian dan kemampuan diri sendiri. Maksud saya, setiap calon kepala daerah itu mestinya menakar kemampuan dirinya untuk menjadi kepala daerah. Jangan asal sudah tamat sarjana lantas menganggap diri layak dan pantas menjadi kepala daerah. 

Saya tidak menuduh ada calon yang tidak mampu tapi mencalonkan diri. Saya hanya mengingatkan prasyarat moral tadi untuk menyampaikan bahwa menjadi kepala daerah itu punya tanggung jawab yang luar biasa berat. Bukan hanya di dunia (terhadap rakyat yang dipimpinnya) tapi di akhirat juga akan diminta pertanggungjawaban.

Lain dari itu kan tidak enak juga jika melihat dan mendengar ada kepala daerah yang plonga-plongo lantas disetir oleh wakilnya dan para kepala biro di kantornya. Emangnya mobil ?

Dalam berkampanye juga ada prasyarat moral yaitu agar semua calon menampilkan diri secara wajar. Boleh bahkan harus mengemukakan kemampuan dan keahlian serta ketrampilannya agar publik yakin bahwa dirinya pantas menjadi kepala daerah. 

Tapi yang tidak layak adalah jika calon itu bukan kepala adat tapi tampil berpakaian adat. Atau mereka bukan ulama tapi ketika pidato lalu tampil berpakaian seperti ulama dengan jubah dan sorbannya. Atau juga, sehari-hari teman-teman dan orang dekat mereka memanggilnya dengan nama kecil, tiba-tiba mereka disebut Habaib, Ustad atau Gus. 

Lucu jadinya. Pasti tambah lucu jika ada hadirin kampanyenya yang iseng  minta mereka membaca Al Quran atau menjadi imam sholat Maghrib atau Isya (jangan sholat Dhuhur dan Ashar karena bacaannya tidak dilafazkan). Bisa-bisa mereka jadi gagu hehe.

Sudahlah, itu namanya pengelabuan. Dan pengelabuan itu maknanya adalah penipuan meskipun hanya melalui penampilan. Sebab secara moral menipu melalui penampilan itu merupakan bibit dari penipuan ketika mereka telah menjadi kepala daerah. Ini sangat berbahaya. 

Pemimpin yang menipu rakyat itu sangat tidak elok, tidak etis, sangat berbahaya dan menurut agama apapun, berdosa besar. Mungkin di dunia mereka akan selamat dan dipuja puji, tapi bagaimana nanti ketika di akhirat terus plonga-plongo ketika diminta pertanggungjawaban oleh YMK ? Wah serem banget.

Halaman

ADVERTISEMENT

Reporter: Winoto
Editor: Winoto
Sumber: -

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT