Wamenag Imbau Demonstrasi Tolak UU Omnibus Law Tanpa Anarkis

Jumat 09 Okt 2020, 14:26 WIB
Wamenag Zainut Tauhid Sa'adi. (ist)

Wamenag Zainut Tauhid Sa'adi. (ist)

JAKARTA - Wakil Menteri Agama (Wamenag) meminta aparat lebih simpatik, persuasif dan tanpa kekerasan dalam menghadapi para demonstran yang memprotes disahkannya UU Omnibus Law.

Selain itu, Zainut mengatakan, demonstrasi adalah salah satu cara yang dibenarkan untuk menyampaikan aspirasi dalam iklim demokrasi.

Namun demikian, demonstrasi harus dilakukan tanpa Tindakan-tindakan anarkis dan harus tetap mengindahkan akhlak dan norma hukum yang ada

"Boleh saja menyampaikan aspirasi dengan menggelar demo. Namun, tidak dibenarkan melakukan aksi anarki dan perusakan, karena hal tersebut adalah tindakan yang tidak dibenarkan ajaran agama dan melanggar hukum," terang Zainut di Jakarta, Jumat (09/10).

Baca juga: Fahri Hamzah Tanggapi Penolakan UU Cipta Kerja: Maksud Baik Kadang Dikotori Maksud Tak Baik

Baca juga: Gubernur Banten: Silakan Demo Tapi Jaga Ketertiban & Ikuti Protokol Kesehatan

Menurut Zainut, banyak hoaks yang berkembang di masyarakat terkait dengan UU Omnibus Law. Karenanya, para mahasiswa sebagai agent of change harus betul-betul mampu memilah dan memahami informasi yang berkembang sehingga aspirasi yang disampaikan terfokus pada pokok persoalan.

“Baca dan pahami undang-undanganya. Telaah persoalannya, dan sampaikan aspirasi yang ada sesuai konstitusi, agar dapat memberikan solusi,” pesan Wamenag.

Terkait hal tersebut, lanjut Zainut, dirinya mengimbau kepada seluruh masyarakat untuk menahan diri, tidak terprovokasi dengan berbagai informasi yang tidak benar.

"Demo dengan cara anarkis tidak akan menyelesaikan persoalan, malah membuat situasi semakin tidak kondusif,” kata Zainut yang juga Wakil Ketua Umum MUI.

Baca juga: MUI Keluarkan Taklimat Tolak UU Cipta Kerja Sehari Setelah Demonstrasi Terjadi

Baca juga: MUI Prihatin Pada Pemerintah dan DPR yang Menetapkan UU Ciptaker

Selain demonstrasi, ada banyak cara yang bisa dilakukan. Salah satunya adalah melalui judicial review. Mahasiswa dan buruh bisa menginventarisasi sejumlah pasal yang dinilai masih menyisakan persoalan dan bertentangan dengan Konstitusi, untuk kemudian dibawa ke Mahkamah Konstitusi.

"Cara tersebut menurut saya lebih ringan mudaratnya, lebih efektif dan lebih berbudaya,” pungkasnya.

upaya lainnya adalah mengawal penyusunan regulasi yang menjadi turunan dari UU tersebut. tandasnya. (johara/tha)

Berita Terkait

Wamenag Resmikan Kampung Zakat di Papua

Sabtu 07 Nov 2020, 18:15 WIB
undefined

News Update