KSPI Lanjutkan Menolak UU Cipta Kerja Lewat Jalur Gugatan Hukum

Jumat 09 Okt 2020, 15:39 WIB
Presiden KSPI Said Iqbal.

Presiden KSPI Said Iqbal.

JAKARTA - Setelah unjuk rasa Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) bersama 32 federasi telah berakhir tanggal 8 Oktober 2020, maka selanjutnya akan mengajukan gugatan melalui jalur hukum untuk membatalkan omnibus law UU Cipta Kerja.

Presiden KSPI Said Iqbal menjelaskan, langkah lebih lanjut yang akan diambil secara konstitusional antara lain membuat gugatan melalui jalur hukum untuk membatalkan omnibus law UU Cipta Kerja, melanjutkan gerakan aksi secara konstitusional, serta melakukan kampanye kepada masyarakat nasional maupun internasional tentang alasan mengapa buruh menolak UU Omnibus Law khususnya klaster ketenagakerjaan.

Terkait dengan beredar di tengah masyarakat mengenai hoaks tentang 12 poin permasalahan sekitar Omnibus Law UU Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan yang tidak sesuai dengan faktanya, Said Iqbal mengatakan KSPI berpandangan, ketentuan mengenai BPJS Ketenagakerjaan yang akan membayar pesangon sebesar 6 bulan upah tidak masuk akal. Dari mana sumber dananya? Pengurangan terhadap nilai pesangon, jelas-jelas merugikan kaum buruh.

Baca juga: Wamenag Imbau Demonstrasi Tolak UU Omnibus Law Tanpa Anarkis

Selain itu, karena dalam UU Cipta Kerja buruh kontrak dan outsourcing tanpa batasan jenis industri dan bisa “seumur hidup”, maka besar kemungkinan tidak ada pengangkatan karyawan tetap. Ketika tidak pengangkatan, dengan sendiri pesangon akan hilang (tidak lagi didapatkan buruh).

Said Iqbal juga menyoroti tentang dihapusnya UMSK dan UMSP merupakan bentuk ketidakadilan. Sebab sektor otomotif seperti Toyota, Astra, dan lain-lain atau sektor pertambangan seperti Freeport, Nikel di Morowali dan lain-lain, nilai upah minimumnya sama dengan perusahan baju atau perusahaan kerupuk.

Itulah sebabnya, di seluruh dunia ada Upah Minimum sektoral yang berlaku sesuai kontribusi nilai tambah tiap-tiap industri terhadap PDP negara.

Baca juga: Politikus Gerindra Soepriyatno Meninggal Akibat Covid-19

Fakta lain adalah, UMK ditetapkan bersyarat yang diatur kemudian adalah pemerintah.  Bagi KSPI, hal ini hanya menjadi alibi bagi Pemerintah untuk menghilangkan UMK di daerah-daerah yang selama ini berlaku, karena kewenangan untuk itu ada di pemerintah. Padahal dalam UU 13 Tahun 2003, UMK langsung ditentukan tanpa syarat.

Ia menambahkan UU Cipta Kerja yang wajib ditetapkan adalah upah minimum provinsi (UMP). Ini makin menegaskan kekhawatiran kami bahwa UMK hendak dihilangkan, karena tidak lagi menjadi kewajiban untuk ditetapkan.

"Adapun yang diinginkan buruh adalah UMSK tetap ada dan UMK ditetapkan sesuai UU 13 Tahun 2013 tanpa syarat, dengan mengacu kepada kebutuhan hidup layak (KHL)," Said Iqbal menuturkan. (johara/win)

Berita Terkait
News Update