Yuk! Atasi Masalah, Bukan Menunda Masalah

Senin 05 Okt 2020, 07:00 WIB

Oleh Harmoko

MASALAH hendaknya tidak untuk dipermasalahkan, tetapi dihadapi untuk dicarikan solusi. Jika terus mempermasalahkan masalah, boleh jadi, masalahnya kian rumit, membesar dan memanjang. Kita bisa ibaratkan "beranak pinak".

Begitu pun musibah bukan untuk disesali, tetapi diyakini bahwa suatu saat nanti akan terdapat solusi untuk mengakhiri.

Yang hendak kami sampaikan adalah masalah yang menghadang harus dihadapi dengan lapang dada, penuh kesadaran diri, bukan emosi. Bukan pula mengedepankan arogansi.

Itu yang disebut pengendalian diri menyikapi apa yang terjadi. Para filsuf mengajarkan "Sikap emosional merupakan ciri belum terampil mengendalikan diri."

Jika demikian halnya, bagaimana mungkin dapat mengendalikan orang lain dengan baik, bila diri sendiri kurang terkendali.

Mustahil pula mampu menyelesaikan masalah dengan cepat dan tepat, jika diri masih bermasalah. Bagaimana masalah dapat cepat diurai-urai, bila problem diri masih terus menghantui.

Sikap egois, emosi, arogansi adalah problema diri, masalah diri yang dapat menghambat penyelesaian masalah.

Masih banyak sikap perilaku lain yang menjadi faktor penghambat penyelesaian masalah bangsa, sebut saja mau menang sendiri, kesewenang - wenangan karena merasa diri memiliki kekuasaan, jabatan atau kekayaan.

Perilaku demikian tidak mencerminkan perbuatan luhur seperti telah diajarkan para tokoh bangsa, para pendiri negeri sebagaimana tertuang dalam nilai- nilai falsafah bangsa.

Ada ajaran luhur agar kita senantiasa "Ngudi laku utomo kanti sentoso ing budi" yang artinya menghayati perilaku mulia, dengan berbudi pekerti luhur.

Perilaku mulia di antaranya bersikap santun, lemah lembut, mampu menjaga diri, menghormati orang lain tanpa melihat latar belakang keturunan, status sosial ekonomi, suku, agama dan golongan.

Perilaku mulia berarti menjauhkan diri dari sikap mau menang sendiri, mau benar sendiri, apa maunya sendiri dan juga arogansi.Termasuk sifat lebih suka memperpanjang masalah, ketimbang ikut serta menyelesaikannya dengan bijaksana.

Dalam hubungan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara berarti wajib mengembangkan sikap mau mengerti, memahami situasi, dan memupuk toleransi, menjauhi ambisi dan nafsu menang sendiri.

Dalam konteks memecahkan persoalan bangsa yang sedang kita hadapi saat ini, upaya mengatasi pandemi, adalah bergerak cepat, bukan sibuk berdebat.

Kalau terdapat persoalan, perlu dikomunikasikan dengan penuh argumentatif, bukan sarat provokatif.

Seperti disebutkan di awal tulisan ini, bahwa masalah bukan untuk diperdebatkan, tetapi dihadapi untuk dicarikan solusi.

Pandemi adalah kenyataan yang kita hadapi. Yang dibutuhkan sekarang adalah mengatasi keadaan, bukan meratapi kenyataan.

Kalau terus meratapi, lantas sampai kapan? Mari kita bergerak cepat mengatasi masalah, bukan menunda masalah.

Kita perlu optimis mampu menyajikan solusi yang realistis, bukan fantastis. (*)

News Update