Jadilah Seperti Bunga

Kamis 01 Okt 2020, 07:00 WIB

Oleh Harmoko

ADA pitutur luhur mengatakan "Jadilah seperti bunga yang memberikan keharumannya, bahkan pada tangan yang menghancurkannya."

Pitutur ini mengajarkan bagaimana kita bersikap, bermasyarakat, memberikan makna kepada lingkungan sekitarnya. Bagaimana hidup kita memberikan banyak manfaat kepada orang, setidaknya bagi diri sendiri.

Jika diibaratkan bunga, jadilah bunga yang menebar keharuman, bukan bau kebusukan. Bahkan, ketika bunga itu dihancurkan, tetap memberikan aroma keharuman kepada tangan yang meremasnya.

Begitu pun hendaknya sikap dan perilaku kita seperti telah diajarkan para leluhur, pendiri negeri melalui pedomam hidup bangsa, yakni Pancasila.

Pancasila adalah falsafah hidup dan kepribadian bangsa Indonesia yang mengandung nilai-nilai luhur, norma dan etika serta budaya.

Kita pun telah meyakini bahwa nilai - nilai tersebutlah yang paling benar, adil, dan tepat bagi bangsa Indonesia untuk mempersatukan bangsa.

Berbagai peristiwa telah mewarnai perjalanan sejarah bangsa semenjak Proklamasi 17 Agustus 1945 hingga saat ini. Dan Pancasila pun telah berulang kali teruji sebagai Dasar Negara tidak pernah sekalipun tergoyahkan.

Itulah satu makna kesaktian Pancasila yang  telah kita resapi, cermati dan dalami sebagai momen penting dalam memperkokoh persatuan dan kesatuan negara.

Dasar negara atau ideologi bangsa, harus makin kuat dan diperkuat. Siapa yang memperkuat platform dasar negara kita? Jawabnya kewajiban kita semua. Ya, negaranya, punggawanya, rakyatnya.

Platform dasar negara harus kuat agar senantiasa terhindar dari goncangan, agar negara kita mampu mempertahankan survivalnya.

Kejadian di negara lain, sebut saja Uni Soviet dan Eropa Timur di tahun sembilan puluhan dapat dijadikan  pelajaran bagaimana kita wajib membangun ideologi yang kuat untuk mempertahankan eksistensinya sebagai bangsa dan juga negara.

Lantas bagaimana caranya memperkuat dasar negara sebagai pedoman hidup bangsa? Jawabnya tidak akan sulit, jika kita mau mengamalkan nilai- nilai Pancasila secara konsisten dalam kehidupan sehari-hari.

Ini sebagai konsekuensi logis karena Pancasila sebagai pandangan hidup berarti sebagai petunjuk arah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Maknanya setiap warga, siapa pun dia, hendaknya baik dalam tutur kata bahasanya, sikap dan perilakunya harus mencerminkan nilai-nilai luhur Pancasila.
Merujuk kepada ketentuan, terdapat 36 butir-butir Pancasila sebagai penjabaran dari lima asas/ sila yang ada. Beberapa di antaranya yang cukup relevan dengan situasi terkini adalah mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.

Artinya Pancasila amat menekankan kesatuan dan persatuan, tetapi tanpa mematikan atau melenyapkan kebhinekaan yang ada. Tentu, menghargai kebhinekaan dalam batas toleransi, tidak membahayakan persatuan.

Ini perlu, mengingat kita harus memahami bahwa potensi disintegrasi tetap ada dan akan selalu ada. Sekecil apa pun potensi harus kita waspadai.

Dikaitkan dengan penanganan pandemi saat ini, yang perlu dikembangkan adalah sikap suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.

Uluran tangan dari mereka yang berada, yang memiliki kelebihan kepada mereka yang serba kekurangan sangatlah dibutuhkan.

Ingat! Dampak buruk pandemi sangat dirasakan, tak hanya sektor ekonomi. Juga sosial budaya dan keamanan.

Itulah sebabnya, tak kalah pentingnya meningkatkan kepedulian sosial melalui sikap saling menghargai, menghormati dan mencintai sesama.

Bukan saling memprovokasi, apalagi menebarkan sikap saling membenci dan menyakiti.

Sebab, tak ada orang yang terlahir untuk membenci orang lain karena warna kulitnya, latar belakangnya, atau agamanya.

Kita tidak dilahirkan untuk saling menyakiti. Marilah bagaikan bunga yang selalu menebar keharumannya kepada siapapun dia, termasuk orang membenci dan menyakiti. (*)

News Update