ADVERTISEMENT

Raker Bersama Komisi III, Kapolri Bahas Penanganan Covid-19 dan Pam Swakarsa

Rabu, 30 September 2020 17:29 WIB

Share
Raker Bersama Komisi III, Kapolri Bahas Penanganan Covid-19 dan Pam Swakarsa

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

JAKARTA - Komisi III DPR menggelar Rapat Kerja (Raker) dengan Kapolri Jenderal Idham Azis secara fisik dan virtual. Rapat dipimpin Ketua Komisi III DPR RI Herman Herry di Kompleks Parlemen, Senayan. Herman Herry mengatakan rapat telah dihadiri 21 anggota Komisi III DPR.

Dalam kesempatan itu, Kapolri menjelaskan, sejak menggelar Operasi Yustisi protokol kesehatan Covid-19 pada 14 September 2020, jajaran Polri telah menindak banyak pelanggar dengan berbagai sanksi. Khusus untuk sanksi denda, Polri telah mengumpulkan Rp1,6 miliar dari 25.484 pelanggar.

"Sejak 14 September 2020, seluruh jajaran Polri juga mendukung pelaksanaan Operasi Yustisi dengan sasaran pelanggaran protokol kesehatan dengan hasil 1.341.027 teguran lisan, 296.898 teguran tertulis, 201.971 kerja sosial di fasilitas umum, dan 25.484 denda administrasi senilai Rp1.610.994.000,-,” kata Idham saat Raker dengan Komisi III DPR, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (30/9/2020).

Idham memaparkan, berdasarkan hasil evaluasi Polri dalam pengamanan dan pengawalan protokol kesehatan selama masa adaptasi kebiasaan baru di seluruh Indonesia, Polri senantiasa bersinergi dengan TNI, Satpol PP, dan instansi lainnya dalam melakukan pendisiplinan protokol kesehatan pada zona wilayah terdampak yang telah ditetapkan Satgas Penanganan Covid-19.

“Penggelaran personel Polri sebesar 11.226 di zona merah, 31 .591 di zona oranye, 9.815 di zona kuning, 3583 di zona hijau. Tersebar di 7 titik lokasi berdasarkan pemetaan risiko, terminal, stasiun, bandara, pelabuhan, mal, pusat perbelanjaan, rumah makan, objek wisata, tempat ibadah, dan tempat umum lainnya,” katanya.

Dalam kesempatan itu, Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI-P Arteria Dahlan mengkritik langkah Kapolri Jenderal Idham Azis menghidupkan kembali Pasukan Pengamanan Masyarakat Swakarsa atau Pam Swakarsa.

Arteria mengatakan, diksi Pam Swakarsa sangat sensitif bagi mereka yang mengalami dan mengikuti peristiwa HAM 1998.

"Pak, diksi Pam Swakarsa ini bagi kita pak, yang mengikuti dan mengalami peristiwa 1998 pak, ini memang agak sensitif karena Pam Swakarsa zaman dahulu dipakai untuk menggebuk pak aksi-aksi dan kegiatan demokrasi," kata Arteria.

Arteria mengatakan, jika Pam Swakarsa ingin dihidupkan kembali, diperlukan sosialisasi yang lebih baik kepada masyarakat.

Sebaliknya, anggota Komisi III dari Fraksi Partai Gerindra Habiburokhman memastikan, ia akan menentang apabila konsep Pam Swakarsa yang kembali dihidupkan Polri identik dengan Pam Swakarsa tahun 1998.

"Soal konsep tentu kita menentang kalau pam swakarsa ini seperti 1998, itu untuk melawan kelompok reformasi, sebagian bersenjata jelas ya. Kami juga waktu itu ada di lapangan," kata Habiburokhman. (rizal/tha)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT