Turun Gunung 

Kamis 24 Sep 2020, 07:00 WIB

Oleh Harmoko

ISTILAH "turun gunung" pada awalnya sering digunakan untuk cerita silat. Ketika seorang pendekar keluar dari tempatnya berguru (perguruan) untuk mengamalkan ilmu yang diperolehnya.Tentu untuk menebar kebaikan, bukan keburukan.

Turun gunung acap digunakan juga ketika seorang linuwih (memiliki kemampuan lebih) keluar dari  pertapaan, setelah sekian lama mengasingkan diri dari kehidupan duniawi.

Dia turun gunung untuk sesuatu kepentingan yang lebih besar, sebut saja untuk menyelamatkan dunia. Istilah turun gunung acap digunakan juga untuk binatang buas seperti macan yang turun ke permukiman penduduk mencari makanan.

Kenapa? Karena di tempatnya selama ini bermukim tak ada lagi makanan. Ekosistem tempat binatang itu terganggu akibat penambangan atau penebangan hutan. 

Kini, istilah turun gunung sering digunakan dalam lingkup kepentingan bisnis. Sebut saja para sesepuh perusahaan yang sudah sekian lama lengser dari urusan bisnis, merasa perlu kembali turun mengelola perusahaan.

Turun gunung dilakukan untuk menyelamatkan perusahaan. Dalam konteks kehidupan kini, turun gunung identik dengan aktivitas yang dilakukan oleh tokoh  berpengaruh, sesepuh atau setidaknya para senior. 

Mereka yang belakangan ini hanya memantau, melihat dan menyaksikan gerak langkah para yuniornya, penerusnya. Karena sesuatu hal, sekarang mereka turun langsung ke lapangan. Itulah turun gunung. 

Istilah ini pun sudah lazim diterapkan dalam berbagai aktivitas, tidak hanya  bisnis, tapi juga komunitas, paguyuban,  ormas, hingga parpol. Jelang hajatan pilpres, pilkada seperti sekarang ini, istilah turun gunung kerap mencuat.

Dengan tidak bermaksud memaknai tokoh yang turun gunung, setidaknya turun gunung dilakukan karena adanya beberapa pertimbangan. 

Pertama, ada keraguan program kerja berjalan kurang optimal dan maksimal. Kedua, sebagai upaya penyelamatan usaha secara menyeluruh. Ketiga, ada target khusus yang hendak dicapai.

News Update