Sudah banyak suara intitusi, pakar dan tokoh yang meminta pilkada ditunda, mulai dari Komite I DPD RI, Perludem, PBNU, Muhammadiyah, Komnas HAM, Jusuf Kalla, Gubernur Banten Wahidin, Pakar Pemilu UGM Abdul Gaffar Karim, an masih banyak lagi yang menyusul meminta pilkada ditunda saja, pilkada ditunda bukan-lah aib,
justru ini pekerjaan yang mulia, menyelamatkan kesehatan dan jiwa masyarakat. Ini memang bukan pilihan yang mudah, kita khawatir pilkada yang berujung pada bencana, pilkada kali ini tidak terlalu di harapkan rakyat.
Kalau tetap pilkada dipaksakan untuk diteruskan di tengah pandemi, jelas ini bukan pilkada yang mudah, kondisi yang tidak normal, kuat-kuatan soal daya tahan tubuh, kuat-kuatan logistik untuk berfikir melakukan beli suara rakyat (vote buying) atau main di ujung untuk serangan fajar.
Belum lagi, kampanye daring, kampanye digital atau online juga tidak mudah, karena tidak meratanya sinyal di daerah, sehingga pilkada ini tak akan berkualitas, calon kepala daerah tidak maksimal menyampaikan program, visi dan misi kepada masyarakat karena terbatasnya ruang gerak untuk menyapa dan menyalami masyarakat.
Oleh karena itu, negara akan berwibawa, akan berkelas memang apabila menyelamatkan dan melindungi nyawa rakyat menjadi skala prioritas kelas wahid, pemulihan ekonomi bisa ditunda, pilkada bisa ditunda, tapi nyawa rakyat tak bisa ditunda. (*/win)