Jangan Paksakan Pilkada 

Rabu 23 Sep 2020, 06:00 WIB

PEMILIHAN Kepala Daerah (Pilkada) serentak yang dijadwalkan berlangsung 9 Desember 2020, di bawah bayang-bayang pandemi Covid-19. Proses pelaksanaan pilkada dan tahapan-tahapan yang dilakukan, sangat rawan terjadi penularan virus corona. Kondisi ini dikhawatirkan memunculkan klaster baru, klaster pilkada.

Tercatat ada 270 daerah yang bakal menggelar pesta demokrasi pilkada di 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota. Seiring dengan terus melonjaknya temuan baru kasus Covid-19 dan angka kematian yang sudah mendekati 10.000 jiwa, serta munculnya klaster-klaster baru, pelaksanaan pilkada pada Desember mendatang dinilai mengkhawatirkan.

Aturan ketat dikeluarkan oleh pemerintah, tetapi apakah bisa dijamin pilkada tidak memunculkan klaster baru ? Pelanggaran protokol kesehatan sudah terjadi sejak awal pendaftaran. Di hari kedua pendaftaran, Komisi Pemilihan Umum (KPU) mencatat ada 243 dugaan pelanggaran protokol Covid-19. Belum lagi nanti di masa kampanye. 

Banyak pihak mendesak supaya pilkada ditunda demi kepentingan yang lebih besar. Desakan ini bukan tanpa alasan. Kondisi bangsa saat sedang menghadapi persoalan besar, yaitu krisis kesehatan dan krisis ekonomi. Penularan virus corona saat ini sudah sangat mengkhawatirkan. 

Virus mematikan ini menyasar siapa saja, baik rakyat biasa maupun pejabat. Calon-calon kepala daerah yang akan bertarung juga tak luput terpapar corona, bahkan ada yang meninggal dunia. Satgas penanganan Covid-19 mencatat, 60 bakal calon kepala daerah terdeteksi terpapar virus corona.

Dua pejabat daerah yang juga petahana, yaitu Plt Bupati Sidoarjo, Cak Nur (Nur Ahmad Saifuddin) juga meninggal dunia diduga Covid. Bupati Berau (Kaltim), Muharram juga tutup usia setelah dinyatakan positif terpapar virus corona. Kini, Ketua KPU Arief dan komisioner Pramono Ubaid Tanthowi, juga positif corona dan sedang isolasi.

Negeri ini dalam kondisi gawat corona. Tak keliru bila Epidemiolog dari Griffith University, Dicky Budiman menyarankan pilkada sebaiknya ditunda. Desakan juga datang dari sejumlah tokoh nasional, ormas dan pihak lainnya. Pilkada bila dipaksakan, selain berpetensi menimbulkan klaster baru, partisipasi masyarakat juga dikhawatirkan rendah. Masyarakat lebih mengutamakan kesehatan ketimbang pesta demokrasi.(**)  
 

News Update