Jaksa Pinangki Jalani Sidang Perdana di Pengadilan Tipikor

Rabu 23 Sep 2020, 14:20 WIB
Jaksa Pinangki Sirna Malasari jalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor.(ist)

Jaksa Pinangki Sirna Malasari jalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor.(ist)

JAKARTA - Dalam sidang perdana di Pengadilan Tipikor Jakarta, jaksa Pinangki Sirna Malasari berprofesi didakwa menerima uang suap sebesar 500 ribu Dolar AS yang diduga merupakan pemberian Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra (Djoktjan).

Dakwaan tersebut disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam persidangan, digelar di Ruang Sidang Kusumahatmaja, Gedung Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (23/9/2020)

“Terdakwa (Pinangki Sirna Malasari) didakwa menerima pemberian uang atau janji berupa uang sebesar 500 ribu dari sebesar 1 juta dolar AS  yang dijanjikan oleh Joko Soegiarto Tjandra sebagai pemberian fee dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya," kata jaksa.

Dalam dakwaannya, jaksa menyebutkan, bahwa uang suap itu diterima Pinangki untuk mengurus fatwa hukum di Kejaksaan Agung (Kejagung) agar kasus pidana hukuman penjara yang sebelumnya dijatuhkan pada Djoko Tjandra berdasarkan putusan PK (Peninjauan Kembali) Nomor 12 Tanggal 11 Juni 2009 tidak dapat dieksekusi.

Sehingga Djoko Tjandra dapat  kembali ke Indonesia tanpa harus menjalani hukuman pidana. Putusan PK itu berkaitan dengan perkara pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali.

Untuk mengurus hal itu semua, awalnya Pinangki diceritakan bertemu dengan Anita Anggraeni Dewi Kolopaking dan Rahmat.

Anita disebut dengan jelas oleh Jaksa sebagai advokat, sedangkan identitas Rahmat tidak disampaikan jaksa dalam persidangan. 

Menurut jaksa, Pinangki diduga meminta Rahmat mengenalkannya dengan Djoko Tjandra.

Di sisi lain, jaksa mengatakan, bila Anita akan menanyakan ke temannya yang seorang hakim di MA mengenai kemungkinan terbitnya fatwa untuk Djoko Tjandra yang direncanakan Pinangki itu. Seluruh rencana Pinangki itu disebut jaksa tertuang dalam 'proposal' dengan nama 'action plan'.

Untuk melancarkan rencana tersebut, Djoko Tjandra meminta, kepada terdakwa mempersiapkan dan membuat action plan terlebih dahulu dan membuat surat ke Kejaksaan Agung menanyakan status hukum Joko Soegiarto Tjandra, lalu terdakwa menyampaikan akan menindaklanjuti surat tersebut. 

Jaksa menyebut, pembahasan itu terjadi di Kuala Lumpur, Malaysia, tepatnya di gedung The Exchange 106. Jaksa mengatakan Pinangki awalnya menawarkan action plan'senilai' 100 juta dolar AS, tetapi Djoko Tjandra hanya menjanjikan 10 juta dolar AS.

Menurut jaksa, sebagai tanda jadi pun akhirnya Djoko Tjandra memberikan 500 ribu dolar AS ke Pinangki melalui Herriyadi Angga Kusuma yang merupakan adik iparnya. Uang lantas diteruskan ke Andi Irfan Jaya yang disebut sebagai seorang swasta dari pihak Pinangki.

Setelahnya, Pinangki memberikan 50 ribu dari 500 ribu dolar AS yang diterimanya ke Anita. Atas kesepakatan sebagaimana dalam action plan tersebut tidak ada satu pun yang terlaksana.

Padahal, Joko Soegiarto Tjandra sudah memberikan down payment kepada terdakwa melalui Andi Irfan Jaya sebesar 500 ribu dolar AS sehingga Joko Soegiarto Tjandra pada bulan Desember 2019 membatalkan action plan.

Jaksa mendakwa, Pinangki melanggar Pasal 5 ayat 2 junctoPasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UU Tipikor) subsider Pasal 11 UU Tipikor.

Pinangki juga didakwa melanggar Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencucian uang serta didakwa terkait pemufakatan jahat pada Pasal 15 joPasal 5 ayat 1 huruf a UU Tipikor subsider Pasal 15 joPasal 13 UU Tipikor.(tri)

Berita Terkait
News Update