PSK Diantar Suami ke Hotel Tewas Setelah Layani Tamu 

Selasa 15 Sep 2020, 07:30 WIB

GARA-GARA Covid-19, Maryanti (41), warga Solo ini terpaksa jadi PSK lantaran suami kehilangan pekerjaan. Tapi tambah sial ketika sedang melayani Samidi (45), tamu dari Purworejo di hotel Sleman (DIY), mendadak Maryanti tewas kejang-kejang. Paling celaka, si tamu dan suami PSK itu ikut jadi urusan polisi.

Tragis memang, dampak Covid bisa ke mana-mana. Sampai-sampai ibu rumah tangga terpaksa jadi PSK, gara-gara suami terkena PHK. Bagi suami yang sudah kehilangan asa, aset miliknya yang bisa dikomersilkan tinggal istri. Apa boleh buat, ketimbang perut tak terisi, terpaksa jualan yang di bawah perut. Paling tragis, dengan sadar suami justru mempromosikan bini sendiri untuk melayani lelaki hidung belang.

Semula rumah tangga Maryanti – Saptono  (44), baik-baik saja. Baik secara ekonomi, baik pula kondisi rumah tangga. Tapi semenjak negeri ini dilanda Covid-19, industri di Solo juga terdampak. Korban di antaranya adalah Saptono. Pesangon yang diterima tak seberapa, sehingga untuk biaya hidup sekeluarga dalam waktu 3 bulan sudah gim poin.

Saptono memutar otak bagaimana caranya agar dapur tetap ngebul. Lalu setan pun jadi konsultan ekonominya. Dia merekomendasikan agar Maryanti istri Saptono yang masih cantik dan STNK itu bisa dikomersilkan. Jika dilempar ke pasar pasti langsung dapat konsumen. “Aku saja jika bukan setan pasti mau kok.” Kata setan memberi semangat pada Saptono.

Tapi Saptono masih ragu, aset pribadi kok dijual.  Apa jawab setan? “Jangankan aset pribadi, aset negara (BUMN) saja bisa dijual kok. Udah lakukan saja, percayalah sama aku.” Kata setan memberi jaminan, bahwa dalam tempo 3 bulan, di kwartal ke-II ini ekonomi Saptono akan plus 5 persen.

Awalnya Maryanti kaget juga, tapi karena realitasnya harus begitu, dia tak kuasa menolak. Toh meski sudah dijual, secara yuridis formil aset itu tak pindah tangan, tetap masih jadi milik Saptono. Jadi kasarnya, konsumen sebetulnya sekAdar nyewa secara short time belaka. Makin cepat makin baik, kan begitu kata JK saat jadi Wapresnya SBY.

Melalui teknologi medsos, Maryanti- Saptono mencari koonsumen. Sekali kencan Rp500.000 di luar hotel untuk boking. Dan ternyata konsumen mbanyu mili (silih berganti). Sampai-sampai Maryanti mengeluh, kodok kalung kupat, awak boyok sing gak kuwat (baca: pinggang yang nggak tahan).

Beberapa hari lalu Maryanti dapat calon konsumen dari Purworejo, namanya Samidi. Mulailah koalisi dibangun, tinggal diatur bagaimana nanti eksekusinya. Jika Maryanti yang harus ke Purworejo, tidak ekonomis. Begitu pula jika Samidi yang harus ke Solo, sama saja tidak ekonomisnya. Maka kemudian diputuskan, eksekusinya di Sleman (DIY) saja, yang tengah-tengah. Dari Solo maupun Purworejo bisa sama-sama naik Paramex Kutoarjo-Solo Balapan.

Demikianlah, Saptono mengantar Maryanti ke Sleman, gayanya persis  timses jago Pilkada saat rame-rame daftar ke KPUD. Soalnya persoalannya nyaris sama, masalah pencoblosan juga. Cuma soal “coblosan” satu ini Bawaslu nggak mau ikut campur tangan. Jaga jarak kek, pakai masker kek, bodo amat, bukan urusan gua!

Saat boking terjadi, Saptono selaku manajer lapangan menunggui di kamar sebelah.  Melihat secara langsung penampilan Maryanti, nafsu Samidi memang semangkin meninggi. Maka setelah mencetak gol pada menit ke 15, Samidi minta penambahan waktu lagi.

Tapi entah kenapa, baru hendak melayani gelombang kedua, mendadak Maryanti terjatuh dan kejang-kejang. Samidi mencoba mengangkat ditaruh di ranjang lagi, tapi napas sudah nggak ada. Dengan panik Samidi menghubungi Saptono di kamar sebelah tentang kondisi istrinya. Melalui Satpam hotel, kecelakaan ranjang ini diteruskan ke Polsek Depok.

Berita Terkait

News Update