JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) telah melakukan gelar perkara bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Polri, Komisi Kejaksaan (Komjak) serta Kementerian Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam) dalam mengusut kasus dugaan korupsi yang menjerat jaksa Pinangki Sinar Malasari.
Pakar Hukum Pidana Universitas Al-Azhar Indonesia, Suparji Ahmad, menilai secara keseluruhan penanganan kasus Jaksa Pinangki oleh Kejaksaan Agung itu sudah on the track, transparan dan menunjukan kemajuan-kemajuan secara signifikan.
“Menurut saya sudah on the track karena ada kemajuan-kemajuan yang secara signifikan bahwa Pinangki sudah menjadi tersangka, Djoko Tjandra juga dilakukan pengembangan perkaranya. Kemudian juga proses itu dilakukan secara transparan.” Ujar Suparji, Senin, (14/9).
Menurut Suparji, dilihat dari indikator-indikator yang ada, kinerja Kejaksaan Agung relatif sudah memenuhi amanahnya sebagai Dominis Litis atau sebagai pengendali perkara, salah satu indikator itu adalah perkara ini tetap berjalan dan KPK telah melakukan supervisi.
“Kalau lihat dari indikator tadi saya mengatakan relatif Kejaksaan Agung sudah bisa memenuhi amanahnya sebagai Dominis litis atau sebagai pengendali perkara,” urainya.
Suparji menilai pengusutan perkara terhadap Djoko Tjandra dan Pinangki oleh Kejaksaan Agung relatif cepat, kalau ada pihak yang menganggap penanganan perkara tersebut lamban, menurutnya harus ada kasus pembandingnya. Sebab persoalan hukum di Indonesia belum ada best practice atau praktik terbaik dalam penanganan perkara.
Alasannya, lanjut Suparji, apakah kemudian penanganan perkara dianggap baik jika prosesnnya cepat, kemudian memberikan sanksi yang berat bagi terdakwa atau tuntutanya ringan serta harus sesuai harapan masyarakat banyak.
“Kalau perkara ini lamban, harus ada pembandingnya, menurut saya tidak, kerena relatif cepat kan, jadi sekali lagi kalau kita mengkontruksikan sesuatu itu salah atau benar harus ada kriteria yang jelas atau dalam konteks penanganan perkara harus ada ukuran-ukuran yang jelas atau kemudian contoh-contoh yang jelas,” urainya.
Selain itu, Suparji juga menanggapi tudingan dari Indonesia Corruption Watch (ICW) yang menganggap gelar perkara yang dilaksanakan bersama KPK pada beberapa waktu yang lalu merupakan pencitraan atau sekedar formalitas merupakan sebuah asumsi.
“Asumsi itu ya boleh-boleh saja, tapi kan dipihak lain juga boleh berasumsi bahwa itu bagian dari kesungguhan Kejaksaan Agung dalam menangani perkara ini,” bebernya.
Suparji mengingatkan, siapapun boleh memberikan asumsi namun tudingan ICW tersebut menurutnya terlalu prematur karena itu tidak didukung dengan fakta dan data.
KPK adalah lembaga besar, memiliki track record yang baik, taruhanya terlalu besar jika kemudian menjadi bagian dari pencitraan institusi lain.
“Saya kira tidak bisa sesederhana itu, karena KPK adalah sebuah institusi besar, institusi yang menjaga marwahnya yang kemudian juga track recordnya yang baik, posisinya yang banyak diharapkan oleh masyarakat kalau kemudian dikondisikan sebagai bagian dari institusi lain. Saya kira, taruhanya terlalu besar,” tuntasnya.
Sebelumnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memuji penyidikan yang dilakukan Kejaksaan Agung dalam kasus dugaan suap Jaksa Pinangki Sirna Malasari.
Hal itu disampaikan setelah Kejagung melakukan gelar perkara yang turut dihadiri KPK, Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Bareskrim Polri, dan Komisi Kejaksaan, pada Selasa (8/9).
"Apa yang tadi disampaikan atau dipaparkan oleh Jampidsus dan jajarannya, kami sangat apresiasi, sudah sangat bagus, cepat," kata Deputi Penindakan KPK Karyoto di Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan.
Karyoto menuturkan, kehadiran KPK dalam gelar perkara merupakan bagian dari tugas untuk melakukan supervisi terhadap kasus tersebut. KPK pun berharap penanganan perkara itu dapat dilakukan secara profesional dan tidak ada yang ditutup-tutupi. (*/win)