Banyak yang mengkhawatirkan kondisi perekonomian kembali memburuk menyusul penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) secara total di Jakarta.
Sektor industri, perdagangan dan jasa, hotel dan restoran, akan terkena dampaknya.Tak terkecuali pariwisata dan hiburan
Kekhawatiran ini cukup beralasan karena dengan ditariknya rem darurat atau penerapan PSBB total semua aktivitas perkantoran ditiadakan.
Bekerja dilakukan dari rumah (work from home), kecuali 11 sektor esensial. Itu pun harus melakukan protokol kesehatan ketat.
Selain itu, seluruh tempat hiburan harus tutup. Usaha makanan hanya menerima pesanan untuk dibawa pulang/ diantar (take away).
Kegiatan publik dan kegiatan kemasyarakatan harus ditunda karena tak boleh ada kerumunan massa.
Dengan penerapan PSBB ketat mulai Senin,14 September 2020, maka transportasi publik kembali dibatasi dengan ketat dan jam operasionalnya. Ganjil genap untuk sementara ditiadakan. Kondisi yang demikian akan berdampak kepada merosotnya kegiatan sosial ekonomi masyarakat, pada gilirannya, melemahnya perekonomian.
Kalau daerah lain, sebut saja penyangga Jakarta yang terkena dampak langsung, ikut menerapkan PSBB total, dampak perekonomian akan lebih terasa. Kekhawatiran seperti itu cukup beralasan. Tetapi penerapan PSBB total di Jakarta bukan tanpa alasan. Intinya demi menyelamatkan manusia, mengingat kasus Covid - 19 sudah darurat
.Jumlah kasus terus meningkat, bahkan menyentuh angka 1.000 per hari. Begitu pun tingkat kematian yang tinggi dalam dua pekan terakhir. Total 1.347 orang meninggal karena terpapar virus Corona. Belum lagi fasilitas kesehatan yang mulai penuh. Ada kekhawatiran dampak buruk terjadi karena penerapan kebijakan, tetapi dampak buruk juga akan terjadi jika kebijakan tidak diterapkan.
Lantas mana yang harus dipilih? Tentu kebijakan yang akan menyelamatkan rakyat, bukan menambah derita rakyat. Menyehatkan rakyat adalah utama, tetapi memulihkan perekonomian tidak kalah pentingnya. Serasikan keduanya. (*)
