Menyoal Pernyataan Puan Soal Sumbar, Pakar: Itu Penggiringan Opini!

Minggu 06 Sep 2020, 16:02 WIB
Emrus Sihombing. (ist)

Emrus Sihombing. (ist)

JAKARTA - Pakar komunikasi politik Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing cukup prihatin dengan adanya penggiringan wacana negatif di ruang publik terkait pernyataan Ketua DPP PDIP Puan Maharani baru-baru ini.

Emrus mengatakan, orang yang tidak setuju lebih cenderung pendapatnya bernuansa politis praktis dan penggiringan opini negatif daripada substansi makna mendalam dari pernyataan Puan tentang 'semoga Sumbar jadi pendukung negara Pancasila'.

"Jika kita simak dengan teori akal sehat saja, ungkapan Puan sedikitpun tidak menyebut apalagi menyinggung (perasaan) suku atau etnis tertentu yang ada di Sumbar. Diksi yang ada pada kalimat tersebut yaitu "Sumbar" sebagai nama propinsi yaitu Sumatera Barat. Bukan suku atau etnis tertentu," katanya, Minggu (6/9/2020).

Lagi pula, lanjut Emrus, sebagai negara kesatuan Indonesia harus memaknai bahwa setiap propinsi milik kita bersama, bukan seolah milik satu etnis atau suku tertentu, sekalipun etnis tersebut lebih dulu datang dan tinggal di propinsi tersebut dan boleh jadi lebih banyak jumlahnya. 

"Karena itu juga, pada kesempatan ini saya menyarankan pada kampanye Pilkada tahun ini agar menghindari politik identitas sempit, seperti menyebut pilihlah "putra daerah". Kampanye semacam ini tidak tepat di Indonesia sebagai negara kesatuan. Sebaiknya fokus pada program pembangunan di semua sektor, termasuk penanganan kasus Covid-19 untuk kesejahteraan rakyat," ucapnya.

Baca Juga : Pernyataan Puan Merugikan Dia Sendiri, Orang Minang Bertambah Resisten.

Warga masyarakat Sumbar, katanya, dari segi etnis atau suku sangat heterogen.

"Dugaan saya,  semua suku dari seluruh tanah air sudah ada di Sumbar, atau setidaknya pernah tinggal di sana. Jadi, Sumbar itu bukan suku atau etnis," jelasnya.

Oleh karena itu, jika ada sekelompok orang mengatasnamakan suku tertentu menolak pernyataan Puan atau berencana melaporkan ke proses hukum, tambapknya kurang pas dan bisa jadi belum melakukan pengkajian mendalam dan hilostik. Seharusnya wacana publik tertuju pada bagaimana perwujudan hak setiap individu (bukan kelompok atau suku) sebagai WNI yang tinggal di Sumbar dan di semua propinsi di Indonesia dapat dijamin dan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Jadi jangan muncul  penggiringan opini negatif.

"Konstitusi kita, UUD 1945, menggunakan kata "setiap" warga negara, bukan menggunakan diksi "kelompok" atas dasar kategori sosial tertentu, termasuk etnis. Artinya, setiap individu WNI memiliki hak dan kewajiban yang sama sekalipun dari suku atau etnis yang berbeda," terang Emrus. (rizal/tha)

Berita Terkait
News Update