JAKARTA - Pelanggar yang terjaring operasi masker di kawasan Kalisari, Pasar Rebo, Jakarta Timur, memilih menjalani hukuman masuk peti mati dari pada kerja sosial atau membayar denda. Hal itu disebut mereka untuk mempersingkat waktu dari hukuman yang diberikan petugas.
Abdul Syukur, 31, satu pelanggar operasi masker yang terjaring petugas Kecamatan Pasar Rebo memilih sanksi masuk peti mati. Hal itu diambilnya karena demi mempersingkat waktu karena dirinya memang akan mengantar barang. "Kalau menyapu kan katanya satu jam, sementara kalau bayar denda uangnya ga ada. Makanya saya pilih masuk peti mati saja," katanya, Kamis (3/9).
Baca juga: Melanggar PSBB Transisi di Jaktim Siap-siap Dimasukkan ke Peti Mati
Dikatakan Abdul, dengan masuk dan berbaring di peti mati selama lima menit dinilainya lebih ringan. Namun, ketika keluar, ia baru sadar akan kematian yang ditimbulkan dari wabah Covid-19. "Kalau memang benar-benar mati kepikiran juga, apalagi lagi jaman virus Corona gini, sudah banyak juga yang meninggal dunia," ungkapnya.
Atas hal itu, Abdul pun semakin sadar akan bahaya yang muncul dari mewabahnya Covid-19. Pria ini pun berjanji akan lebih mematuhi protokol kesehatan agar bisa menjalani masa pandemi ini. "Anak saya masih kecil, kalau memang saya meninggal karena Covid-19, nggak kebayang saya. Ampun deh pokoknya," ungkap Abdul.
Sementara itu, Wakil Camat Pasar Rebo, Santoso mengatakan, Abdul termasuk tiga pelanggar protokol kesehatan yang terjaring razia pada Kamis (6/9). Ketiganya memilih masuk peti mati dari pada membayar denda dan kerja sosial. "Tadi ditanya kenapa dia memilih itu, alasannya kerja sosial dalam kurun waktu 1 jam, jadinya mereka melakukan aktivitas lain," ujarnya.
Santoso berharap sanksi yang diberikan memberi efek jera bagi warga, pasalnya dalam setiap razia protokol kesehatan selalu ada warga terjaring. Peti mati itu sendiri dibawa petugas awalnya hanya sebagai simbol bahaya Covid-19 agar warga mematuhi protokol kesehatan. "Ini untuk menyadarkan masyarakat dan kita semua akan bahaya Covid-19 yang masih ada dan mengancam kita semua," pungkasnya. (ifand/ruh)