JAKARTA - Pakar Bahasa FX Rahyono menyatakan, penggunaan bahasa yang tidak arif di ruang publik dapat membuat ketidakarifan bagi semua orang, termasuk anak-anak. FX Rahyono pun menyinggung kata “anjay” di kalangan anak muda,
"Penggunaan bahasa secara umum di ruang publik saat ini sangat mempengaruhi tingkat kesantunan sebagian masyarakat, para elit, termasuk anak-anak," jelas Rahyono pakar bahasa dari Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (FIB UI), saat dihubungi Selasa (1/9) malam.
Ia menyontohkan pada kasus sapaan "Ibu", "Bapak", atau "saudara", adanya kecenderungan tidak lazim digunakan untuk menujuk pada orang yang terhormat.
"Hasil penelitian saya, mulai awal tahun 2000-an, kata sapaan Ibu, Bapak, yang ditujukan kepada seseorang terhormat yang sedang dibicarakan, tidak lazim lagi digunakan sampai sekarang. Para penyiar, nara sumber, penanggap dan para peserta pembicaraan seringkali langsung saja sebut namanya, tanpa merasa perlu menggunakan kata Ibu atau Bapak, " jelas dia.
Akibatnya, lanjut Rahyono, tingkat kesantunan atau rasa hormat kepada orang lain yang perlu dihormati pada anak-anak bangsa ini menjadi turun.
Ia menganggap, kelalaian dalam membiarkan penggunaan kata-kata kasar tersebut membuat masyarakat bahkan figur publik untuk berani mengujarkan kata-kata kasar di ruang publik.
Menyoal sikap Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA) tentang penggunaan kata "anjay", Rahyono menyatakan bahwa itu sudah benar.
"Komnas PA bermaksud melindungi karakter anak-anak dari pengaruh penggunaan bahasa yang kurang patut di ruang publik," kata dosen FIB UI tersebut.
Namun, kemunculan surat edaran tersebut dinilainya tidak strategis. "Karena yang dipermasalahkan sebagai pemicu pengaruh itu hanya satu kata, bukan penggunaan bahasa atau kata-kata yang kurang layak dan patut di ruang publik, maka surat edaran itu menjadi tidak strategis," kata dia.
Rahyono mempertanyakan bagaimana nasib kata-kata lain yang justru lebih kasar. Kata yang dimaksudkan dalam surat edaran tersebut merupakan kata bentukan baru yang muncul dalam situasi pergaulan informal, dan maknanya sangat tergantung konteks.
Ia mengatakan, masih perlu bukti yang menunjukkan bahwa kata tersebut adalah penyamaran dari kata kasar lainnya.
"Apabila kreativitas kaum muda yang memunculkan kata-kata baru, barangkali merupakan upaya untuk menyamarkan kata lain yang kasar. Dapat dikatakan pula bahwa penggunaan kata-kata baru itu merupakan sebuah penyamaran atau penghalusan. Ini juga masih perlu bukti, " lanjut dia.
Menurutnya, yang patut dipidanakan adalah perbuatan buruk pengucapnya. "Bahasa atau kata-kata yang diucap dapat digunakan sebagai alat bukti, jika secara kontekstual memang kata tersebut digunakan untuk tujuan buruk, " tutup Rahyono.