JAKARTA - Untuk menghindari kerugian berulang sepertinya yang dialami pada semester pertama tahun 2020, Pertamina diminta fokus menggarap sektor hilir usaha migas.
Sementara sektor hulu berupa eksplorasi dan sejenisnya diserahkan kepada Badan Usaha Milik Negara Khusus (BUMN-K) yang akan dibentuk.
Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PKS, Mulyanto, menyebutkan, tanpa ada pemisahan bidang kerja antara sektor hulu dan sektor hilir, sulit bagi Pertamina menjadi perusahaan minyak besar dunia.
Sebab semua pendapatan dan pengeluaran Pertamina akan selalu terkonsolidasi dengan kondisi keuangan anak usahanya di sektor hulu. Padahal kondisi keuangan perusahaan di sektor hulu ini yang diduga bermasalah.
"Fraksi PKS di DPR mendesak Pertamina untuk dapat menjelaskan kepada publik, pada bagian mana pada proses bisnisnya yang mengalami kerugian utama. Apakah pada bisnis bagian hulu, bagian pengolahan atau pada bagian hilir atau retail-nya. Sebab saat anjlok BBM dunia di bawah USD 20/barel, harga BBM kita di hilir tidak ikut turun, padahal sesuai aturan meskinya harga BBM kita mengikuti harga global," kata, Senin (31/8/2020).
Mulyanto menambahkan selisih harga ini semestinya melipatgandakan keuntungan Pertamina. Apalagi dalam kesempatan sebelumnya disebutkan bahwa salah satu strategi Pertamina saat krisis minyak adalah mengimpor secara massif minyak mentah untuk memenuhi tangki-tangki Pertamina.
Bahkan saat itu akan dilakukan pula peminjaman tangki-tangki cadangan untuk menampung minyak impor, mumpung harganya sedang anjlok. Tapi nyatanya Pertamina tetap rugi.
Untuk itu Mulyanto minta BPK mengaudit secara khusus keuangan Pertamina terkait soal ini. "Kita perlu audit khusus segera. Agar dapat dipetik pelajaran berharga dari kasus ini. (rizal/win)