Tangani Kasus Rugikan Negara Rp2,7 Triliun, Polda Metro Jaya Diminta Tidak Tebang Pilih

Selasa 25 Agu 2020, 12:45 WIB
Pakar Hukum Pidana Universitas Al Azhar, Suparji Ahmad. (ist)

Pakar Hukum Pidana Universitas Al Azhar, Suparji Ahmad. (ist)

JAKARTA - Kasus pemalsuan logo Standar Nasional Indonesia (SNI) yang merugikan negara Rp2,7 triliun, terus menjadi perhatian banyak pihak. Pakar Hukum Pidana Universitas Al Azhar, Suparji Ahmad berharap Polda Metro Jaya tidak tebang pilih dalam mengusut kasus tersebut.

"Penegakan hukum harus membuat terang benderang suatu masalah. Oleh karena itu, pihak-pihak yang terlibat harus diperiksa dan diminta pertanggungjawaban hukum," kata Supardji, Selasa (25/8/2020).

Suparji melanjutkan, dirinya pun mengingatkan pertanggungjawaban hukum tidak sebatas untuk orang lapangan saja. Penyidik kepolisian pun telah memahami soal pertanggungjawaban itu. "Pertanggungjawaban tidak hanya berhenti kepada orang lapangan. Aktor intelektual harus diminta pertanggungjawaban," tutur Suparji.

Komentar yang diberikan itu karena hingga saat ini, penyidik Polda Metro Jaya baru mengamankan dua orang tersangka yang merupakan pekerja di perusahaan pemalsu label SNI tersebut. Sementara, orang yang diduga sebagai pemilik perusahaan atau otak pelaku masih belum diamankan.

Sebelumnya, komisioner Kompolnas Poengky Indarti juga menyoroti lambannya penanganan kasus pemalsuan label SNI produk besi siku. Ia pun penyidik dapat menangkap dan meminta pertanggungjawaban seluruh pelaku yang terlibat tanpa pandang bulu.

"Karena kasus ini melibatkan komplotan, maka penyidik dapat segera menangkap pelaku utama. Jangan sampai melarikan diri, menghilangkan barang bukti dan melakukan kejahatan lagi,” ungkapnya. 

Selain itu, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane bahkan sempat mempertanyakan sikap kepolisian yang dinilai tidak transparan dalam menangani kasus pemalsuan label SNI produk besi siku tersebut. Padahal, pada kasus yang merugikan negara Rp2,7 triliun, harus mendapat perhatian serius.

"Sudah semestinya pihak kepolisian mengawasi penanganan kasus tersebut agar pengusutannya dapat berjalan transparan," ungkapnya.

Kasus itu sendiri, kata Neta, diungkap sejak 17 Juni 2020 di KBN Marunda, Jakarta Utara. Meski sudah lebih dari sebulan kasus ini ditangani, namun prosesnya berjalan lamban. “Kenapa pemilik perusahaan pemalsu label SNI itu tidak ditangkap dan dijadikan tersangka?," pungkasnya. (ifand/ys)

News Update