Anak Terjerumus Eksploitasi Seks

Senin 24 Agu 2020, 08:00 WIB
Anak Terjerumus Eksploitasi Seks. (ist)

Anak Terjerumus Eksploitasi Seks. (ist)

Oleh: Iwan Sukmawan

KEHIDUPAN anak-anak beranjak remaja merupakan masa tumbuh kembang yang berharga. Mereka bisa sepuasnya mengeksplor kemampuan diri berbagai kegiatan seni, menggenjot prestasi akademis, dan asyik-asyiknya menggeluti hobi. Namun, kebebasan anak-anak usia 14-17 tahun itu disalahgunakan sebagian orang demi meraup rupiah. Bocah-bocah ini dieksploitasi secara seksual.

Seperti ulah tiga mahasiswa yang dibongkar Polres Jakarta Barat pekan lalu. Ketika pelaku mengelola akun berbau seks. Mereka menawarkan video call sex atau seks lewat panggilan video dengan mengajak netizen masuk grup medsos. Mereka merekrut anak-anak ABG mempertontonkan kemolekan tubuh plus adegan seks.

Cuplikan video itu disebar ke aplikasi seperti Line, WhatsApp dan lainya sebelum akhirnya masuk ke konten phone sex dan video call sex. Dalam sepekan, satu anak bisa membuat 10 konten pornografi live show. Mereka mendapat bayaran Rp50.000 setiap memamerkan konten porno. Sementara ketiga pelaku meraup jutaan rupiah dari 600 pelanggan yang sudah mereka rekrut. 

Jejaring media online tidak bisa dibatasi, lintas kota, negara tapi juga lintas benua. Seiring perkembangan itu banyak orang menyalahgunakan. Padahal negeri ini telah memiliki UU Perlindungan Anak dan UU Peradilan Anak.

Bahkan, pada 2016, Presiden menerbitkan Perpu Pengganti UU merespons maraknya kasus eksploitasi terhadap anak. Pelaku ditambah ancaman pidana maksimal 20 tahun, pidana seumur hidup, atau hukuman mati terhadap pelaku.  Namun tak membuat efek jerah.

Kejahatan eksploitasi anak masih bermunculan. Sementara dalam teori kenakalan remaja, anak-anak ABG kerap melawan orangtua, tidak mau diatur, dan melakukan hal-hal baru mengukur keterpimpinan, kekuatan dan eksistensi dirinya. Pada usia puber seperti ini, memiliki rasa ego dan superego yang luar biasa. Mereka merasa dirinya paling benar. 

Pada fase inilah orangtua seharusnya memperkuat diri dan melimpahkan perhatian, pengasuhan, dan pengawasan pada anak. Sudah seyogyanya orangtua mendampingi anak-anak dalam menggunakan media. Pendampingan media pada anak menuntut kecakapan orangtua dalam memahami dunia digital. Lengah sedikit, bukan tak mungkin mereka terjerumus dalam pelacuran.**

Berita Terkait
News Update