ADVERTISEMENT

Kita Sudah 75 Tahun Merdeka Mengritik Juga Makin Merdeka

Selasa, 18 Agustus 2020 04:44 WIB

Share
Kita Sudah 75 Tahun Merdeka Mengritik Juga Makin Merdeka

MESKI sudah 75 tahun merdeka, hasil kemerdekaan belum dinikmati semua rakyat. Dalam bentuk meteri, barulah pejabat dan pengusaha. Rakyat baru menikmati kemerdekaan dalam arti bebas mengkritik dan membully siapapun melalu media sosial.

Tanpa terasa bangsa Indonesia sudah merdeka 75 tahun. Bung Karno dulu bilang, kemerdekaan jembatan emas menuju Indonesia yang adil makmur. Makmur sudah ada, tapi baru dinikmati pejabat, politisi dan pengusaha. Rakyat jelata baru sebagian kecil, sehingga Menko PMK Muhajir Effendi bilang, 76 juta rakyat RI masih hidup miskin.

Rakyat hanya diambil manfaat ketika politisi mau jadi pejabat, mereka dijadikan steger untuk meraih kekuasaan. Ketika jadi pejabat, ngakunya mau bela rakyat. Ketika jadi politisi, katanya wakil rakyat. Giliran mau korupsi, oknum-oknumnya tak konsultasi pada rakyat (konstituen), tahu-tahu dikandangi KPK saja.

Ketika para politisi dan pejabat sudah sukses sebagai pemangku kuasa, rakyat hanya diciprati lewat Bansos,  subsidi ini dan itu. Tapi di sini pula mereka ikut ndompleng. Yang diberikan pada rakyat 60 persen, tapi yang 40 dikantongi sendiri. Sudah banyak sampelnya Kepala Daerah masuk penjara gara-gara Bansos.

Rakyat yang tidak puas atas perilaku pemimpinnya, hanya bisa menumpahkan kekecewaannya lewat medsos, yang kini bebas merdeka tanpa sensor. Mereka boleh membully, memfitnah, termasuk menciptakan berita kebohongan (hoax). Berkat teknologi internet mereka benar-benar bebas merdeka.

Memang sih ada UU ITE sebagai pengendali, tapi tak semuanya terjangkau. Jika semuanya diproses, penjara dijamin semakin penuh. Maka yang tidak terjangkau ini semakin bebas leluasa mengecam, mencerca. Bila rakyat kecil sebagian besar membully sesamanya, para tokoh bebas mengecam dan menyerang pemerintah. Dengan mengatas namakan demokrasi mereka tak boleh dikerasi.

Di era reformasi, rakyat dan pejabat memperoleh kemerdekaan beropini seluas-luasya.  Satu hal yang takkan ada di jaman Orde Baru. Jaman itu, mengeluarkan pendapat terlalu keras bisa kehilangan pendapatan. Bahkan bisa juga kehilangan nyawa, kehilangan identitas karena tak diketahui lagi di mana berada.

Sekarang ini yang sungguh ironis, atas nama pejabat negara mengkritik keras pemerintah tiada henti, saban hari, malah dapat bintang mahaputra. Mereka datang ke Istana bisa ketawa-ketiwi bersama Kepala Negara. Bagi rakyat, ini bisa menjadi perangsang. Kalau begitu, kritik saja pemerintah sekeras-kerasnya, siapa nanti bisa dipanggil ke Istana dapat tanda jasa pula. – gunarso ts

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT