Dorong Kemandirian Petani, Pupuk Kaltim Hadirkan Program Kemitraan Pertanian Terpadu

Selasa 18 Agu 2020, 11:08 WIB
Pupuk Kaltim mengembangkan Program Kemitraaan Pertanian Terpadu (PKPT).(ist)

Pupuk Kaltim mengembangkan Program Kemitraaan Pertanian Terpadu (PKPT).(ist)

JAKARTA – Pupuk Kaltim mengembangkan Program Kemitraaan Pertanian Terpadu (PKPT), sebagai upaya menggerakkan sumber daya sektor pertanian, sekaligus mendorong kemandirian petani yang lebih berdayasaing.

 

Pilot project gagasan ini telah menuai hasil, dengan meningkatnya produktivitas pertanian padi masyarakat Kecamatan Rambipuji, Kabupaten Jember, dengan total produksi mencapai 35% dari biasanya.

Program PKPT digagas untuk membantu menyelesaikan persoalan klasik yang selama ini dihadapi petani tradisional, karena berbagai alasan dan keterbatasan yang dimiliki. Salah satunya adalah kurangnya modal maupun akses untuk mendapatkan modal kerja karena tidak ada jaringan ke perbankan. Selain itu, kurangnya pengawasan dan kawalan teknologi dalam melakukan budidaya tanaman, mulai dari kegiatan persiapan lahan hingga kegiatan penen. Petani biasa mengelola lahan dan tanamannya dengan kebiasaan lama yang belum tentu tepat, sehingga hasilnya bisa kurang maksimal.

“Pupuk Kaltim hadir melalui program PKPT ini, bisa juga disebut sebagai “agrisolution”, sebagai sebuah instrumen kebijakan Perusahaan untuk menggerakkan sumber daya di sektor pertanian, meningkatkan produktivitas petani dengan hasil maksimal, sekaligus memberi pemahaman kepada petani bahwa bertani itu bagian dari kegiatan bisnis,” ujar Sekretaris program PKPT Hilmi Syarif.

Diungkapkan Hilmi, program PKPT menjadi jawaban seluruh persoalan yang dihadapi petani mulai masa penyiapan lahan, menyiapkan bibit tanaman hingga paska panen. Seluruhnya dipetakan sejak awal untuk dicarikan solusi. Program ini berbeda dengan Demonstration Plot (Demplot) yang kerap dilaksanakan Pupuk Kaltim, karena bersifat kerjasama yang melibatkan stakeholders dari berbagai pihak, terdiri dari Pupuk Kaltim sebagai inisiator, distributor resmi Pupuk Kaltim, perbankan, Pemerintah Daerah, hingga offtaker sebagai jaminan pembelian hasil produksi pertanian untuk jangka panjang. “Kalau Demplot murni dilaksanakan mandiri oleh Pupuk Kaltim tanpa menggandeng pihak lain, tapi kalau program ini melibatkan banyak pihak,” kata Hilmi.

Keterbatasan petani dalam meningkatkan hasil pertanian disebabkan berbagai faktor, seperti kurangnya modal untuk pembelian pupuk, hingga terbatasnya pengetahuan tentang pengelolaan lahan serta tanaman secara optimal. Maka dengan program ini, Pupuk Kaltim memfasilitasi petani dengan sejumlah pihak yang terlibat, guna mendukung masa tanam yang dilaksanakan.

Dicontohkan Hilmi, untuk pembiayaan pengadaan pupuk mulai awal musim tanam, Pupuk Kaltim memberikan solusi dengan menghubungkan petani kepada distributor untuk kepastian pasokan, dengan perjanjian pembayaran saat panen dan bisa diakses dengan cepat. Selain itu, petani juga dihubungkan dengan perbankan atau sumber pendanaan lainnya untuk kemudahan permodalan seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan dibayar saat panen.

Begitu pula untuk pendampingan, Pupuk Kaltim terlibat mulai dari persiapan lahan melalui analisa tanah, pengolahan dan pemupukan berimbang, dilanjutkan pendampingan pemilihan bibit tanaman hingga proses panen, didukung Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) dari Pemerintah Daerah untuk aplikasi teknologi pertanian.

Begitu pula perjanjian pembelian oleh offtaker, hasil produksi akan dihargai lebih tinggi melalui skema harga pasar ditambah nilai faktor. Artinya, penjualan gabah akan dibeli berdasarkan harga pasar saat panen ditambah hasil kesepakatan antara petani dengan offtaker, sehingga penjualan hasil panen bisa lebih tinggi dari sebelumnya, karena padi yang dihasilkan jauh lebih baik.

Bahkan offtaker pun kata Hilmi, mengakui jika hasil panen perdana program yang dikerjakan di Kabupaten Jember ini jauh lebih baik, sehingga berani membeli dengan harga lebih tinggi. Dari sebelumnya gabah kering panen hanya dihargai Rp4600-4700 per Kg, kini mencapai harga pada kisaran Rp4900-5000 per Kg. “Jadi kita tidak hanya mengajarkan petani cara menanam dan memupuk secara benar, tapi juga berorientasi pada bisnis dengan hasil maksimal, sehingga tidak diakali “tengkulak”, karena harga lebih bagus dan sudah disepakati di awal,” terang Hilmi.

Berita Terkait
News Update