JAKARTA - Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) berusaha untuk terus memperbaiki tata kelola penempatan dan pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) Anak Buah Kapal (ABK).
Perbaikan tata kelola ini membutuhkan sinergi dan pelibatan berbagai mitra strategis BP2MI.
"Amanah Undang-Undang nomor 18 tahun 2017 Pasal 4 sudah jelas memandatkan perihal pelaut Awak Kapal dan pelaut perikanan, bahwa ABK adalah Pekerja Migran Indonesia. Oleh karenanya, pengaturan pelaut Awak Kapal dan pelaut perikanan sudah harus dan selayaknya masuk dalam rezim ketenagakerjaan,” kata Kepala BP2MI Benny Ramdhani, Rabu (12/8/2020).
Oleh karena itu, lanjutnya, momentum ini harus dimaksimalkan untuk mengatur dan menata kembali dari aspek paling fundamental, yakni aspek pelindungan ABK, penataan PMI ABK dari hulu hingga hilir secara tuntas,”
Saat berdialog dengan Badan Buruh Pekerja Pemuda Pancasila (B2P3) dalam Indonesia Labour Forum (ILF) dengan topik "Tata Kelola ABK: Sampai Kapan Kau Gantung Derita Ini?" di Aula BP2MI, Rabu (12/8/2020), Benny juga mengatakan, momentum penyusunan Peraturan Pemerintah yang mengatur tata kelola Awak Kapal Perikanan Migran dan Awak Kapal Niaga Migran, harus dikawal bersama.
Dibutuhkan sinergi, kerjasama, dan kolaborasi, yang melibatkan bukan hanya pemerintah, tapi semua pihak, baik NGO (Non-Government Organization) yang mewakili masyarakat sipil dan juga pelaku usaha atau manning agency sebagai mitra strategis BP2MI dalam membenahi tata kelola penempatan ABK.
Terkait penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP), ada 3 (tiga) catatan kritis dari BP2MI. Pertama, hilangnya kewenangan BP2MI dalam membuat Petunjuk Teknis tentang Penempatan Awak Kapal Niaga Migran dan Petunjuk Teknis tentang Penempatan Awak Kapal Perikanan Migran pada dokumen Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang diharmonisasi.
Kedua, masa transisi yang terlalu lama untuk peralihan SIUPPAK menjadi SIP3MI, dimana masa peralihan tersebut adalah 2 tahun. Dan Ketiga, masalah ego sektoral yang masih terasa dalam pembahasan RPP yang menentukan nasib para anak bangsa yang melaut di luar Indonesia untuk mencari nafkah.
Lebih lanjut Benny mengatakan, sejauh yang dimandatkan dalam UU, BP2MI juga telah bekerja semaksimal mungkin dengan kewenangan yang dimiliki, yaitu dengan menerima dan menindaklanjuti pengaduan perihal persoalan yang dialami PMI ABK. Tercatat dari 1 Januari 2018 hingga semester pertama 2020 ini, terdapat 496 kasus ABK yang diadukan ke BP2MI yang didominasi aduan eksploitasi.
“Bekerja sama dengan K/L terkait, BP2MI berupaya memfasilitasi pemenuhan tuntutan dan hak-hak para ABK, dan pada 2 Juni 2020, 415 kasus ABK kami sudah limpahkan ke Bareskrim Polri untuk ditindaklanjuti, kemudian secara aktif kami berkoordinasi dengan Bareskrim dalam penanganan kasus-kasus ABK yang selanjutnya masuk ke BP2MI,” ujarnya.
Kepala BP2MI sangat mengapresiasi dan menyambut baik inisiatif masyarakat sipil yang telah menginisasi acara ini sebagai bentuk pembenahan tata kelola Awak Kapal Niaga Migran dan Awak Kapal Perikanan Migran.