Empat Penyebab Maraknya Klaim Temuan Obat Corona Menurut YLKI

Senin 10 Agu 2020, 14:38 WIB
Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi. (ist)

Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi. (ist)

JAKARTA -  Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi mengatakan, ada empat penyebab maraknya klaim terhadap temuan obat Corona.  Diantaranya, satu buruknya politik manajemen penanganan wabah oleh pemerintah.

Hal ini membuat masyarakat jadi bingung untuk mendapatkan informasi  secara akurat, akibatnya masyarakat pun cepat percaya dengan adanya produk yang bisa menyembuhkan Covid-19.  "Sejak awal pandemi hingga saat ini, pemerintah memiliki manejemen yang buruk mengatasi pandemi. Sebab, sikap pemerintah yang cenderung mengutamakan aspek ekonomi ketimbang kesehatan," katanya dalam konferensi pers darling, Senin (10/8/2020).

Tulus menegaskan, aspek kesehatan harus yang paling dahulu dituntaskan.  "Artinya menurut saya kita lihat manajemen penanganan wabah pemerintah terlalu keliru dengan mengutamakan aspek ekonomi padahal pandemi menjadi dasar untuk diselesaikan lebih dulu," kata Tulus dalam konferensi pers virtual, Senin (10/8/2020).

Selain itu, pejabat publik juga kerap kali memberikan contoh buruk dalam menangani pandemi Covid-19.  Contohnya kalung eucalyptus yang dinilai bisa menangkal virus corona.

Seperti Kalung, misalnya, dimana petama kali diperkenalkan oleh Menteri Pertanian. "Ini artinya selevel pejabat publik memberikan contoh yang kurang baik, kurang produktif, dan kurang mencerdaskan hingga kalau saat ini ada klaim-klaim bermunculan itu sebenarnya efek itu semua. Kita lihat dalam kerangka besar seperti itu," ujarnya.

Kedua, dari sisi psikologi konsumen. Menurutnya, konsumen mengalami tekanan psikologis yang kuat karena merasa takut terinfkesi virus Corona.
Hal itu membuat masyarakat atau konsumen mencari jalan keluar sendiri dalam menghadapi pandemi. "Konsumen juga mengalami tekanan ekonomi yang sangat dalam karena pendapatannya turun, gaji dipotong, dirumahkan atau bahkan di PHK. Ini menjadi persoalan juga agar konsumen mencari jalan keluar agar tidak semakin tertekan ketakutan-ketakutan tersebut," katanya.

Ketiga, lemahnya literasi konsumen terhadap produk obat, jamu dan herbal turut mendukung masyarakat mencari jalan keluar sendiri mengahadapi pandemi Covid-19.  "Ketika lemahnya literasi konsumen terhadap produk obat, jamu dan herbal, konsumen juga kurang memahami klaim-klaim obat itu ada levelnya," ujarnya.

Keempat, belum optimalnya penegakan hukum. Maraknya klaim temuan obat Covid-19 berulang didukung oleh vonis hukum yang ringan. Menurutnya perlu hukuman yang memberi efek jera bagi pelaku. "Kasus-kasus yang sudah masuk ranah hukum divonis ringan, tidak menjerakan bagi pelakunya. Akibatnya, kasus berulang, dan pelakunya masih sama," katanya. (rizal/ruh)

 

News Update