PKS Desak Pemerintah Cabut Klaster Ketenagakerjaan dari Omnibus Law Cipta Kerja

Kamis 06 Agu 2020, 10:35 WIB
Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI, Bidang Industri dan Pembangunan, Mulyanto

Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI, Bidang Industri dan Pembangunan, Mulyanto

JAKARTA –    Fraksi PKS DPR RI menagih janji Pemerintah untuk mencabut klaster ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja yang sekarang dibahas DPR RI. 

Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI, Bidang Industri dan Pembangunan, Mulyanto, menyebutkan keberadaan kluster ketenagakerjaan dalam RUU Ombibus Law tersebut sangat kontroversial. Dengan demikian sudah selayaknya Pemerintah dan DPR RI mencabut ketentuan itu untuk menghindari gejolak di masyarakat. 

"Saya mendesak Pemerintah segera menepati janji untuk mencabut klaster ketenagakerjaan dari RUU Cipta Kerja itu. Pemerintah sebaiknya mendengar aspirasi masyarakat yang keberatan dengan berbagai ketentuan terkait ketenagakerjaan yang diatur dalam RUU itu," tegas Mulyanto, Kamis, (7/8/2020). 

Terkait klaster ketenagakerjaan ini, Fraksi PKS menilai ada beberapa pasal yang sangat merugikan pekerja nasional. Di antaranya terkait masalah upah, pesangon dan perizinan tenaga kerja asing. 

Dalam RUU Cipta Kerja ini ketentuan upah minimum akan dihapuskan, perhitungan pesangon bagi karyawan yang diberhentikan menjadi lebih kecil, ketentuan penggunaan tenaga alih daya (outsourching) diperluas tanpa batas untuk semua jenis pekerjaan, diperluasnya sistem kerja kontrak, serta berpotensi menghilangkan jaminan sosial bagi pekerja. 

"Ini semua adalah ketentuan-ketentuan dalam RUU Omnibus Law Ciptaker yang berpotensi memperlemah perlindungan terhadap tenaga kerja, meningkatkan ketimpangan penerimaan mereka, yang pada gilirannya akan memperlemah produktivitas dan kesejahteraan tenaga kerja kita," katanya.

Mulyanto mengatakan, ketentuan bagi pekerja asing justru dipermudah seperti, dibolehkannya menggunakan tenaga kerja asing (TKA) untuk pekerjaan yang tidak perlu keahlian khusus (unskill workers), dihapusnya syarat Izin Menggunakan TKA (IMTA).

"Tidak diperlukan standar kompetensi TKA, dihapusnya kewajiban pengadaan tenaga pendamping bagi TKA dengan jabatan tertentu, dihapusnya larangan bagi TKA untuk menjadi pengurus di lembaga penyiaran swasta, serta dihapusnya syarat rekomendasi dari organisasi pekerja profesional bagi TKA ahli di bidang pariwisata," papar Mulyanto.

"Inikan sangat kontradiktif. Di satu sisi RUU Omnibus Law Ciptaker memperlemah perlindungan terhadap tenaga kerja nasional kita, namun di sisi lain membuka pintu lebar-lebar bagi kemudahan datangnya TKA.

Karena itu sangat wajar dan dapat dimengerti kalau para pekerja kita menolak keras ketentuan-ketentuan dalam klaster ketenagakerjaan RUU Omnibus Law Ciptaker ini. Hal ini kami rasakan benar, saat PKS berdialog menerima aspirasi berbagai serikat kerja nasional," lanjut Mulyanto.

Anggota Badan Legislasi dari Fraksi PKS ini menegaskan partainya konsisten bersama dengan para buruh untuk menolak klaster ketenagakerjaan dalam RUU Omnibus Law Ciptaker ini.

News Update