DAMPAK pandemi Covid-19 sudah kita rasakan bersama, khususnya di sektor perekonomian. Hingga kini diperkirakan sudah jutaan orang kehilangan pekerjaan sejak pandemi mulai terdeteksi di negeri ini, awal Maret 2020.
Yang terjadi kemudian adalah daya beli masyarakat melemah yang diikuti merosotnya tingkat konsumsi masyarakat. Tak pelak pertumbuhan ekonomi pun menurun.
Beragam upaya telah dilakukan pemerintah untuk mendongkrak pertumbuhan, memulihkan perekonomian nasional, di antaranya menggelontorkan dana bantuan sosial.
Jaring pengaman sosial ditingkatkan untuk memperkuat daya tahan hidup masyarakat dengan menebar sembako kepada masyarakat kurang mampu.
Ini pun belum cukup, jika kran kegiatan ekonomi belum dibuka lebar-lebar.
Masalah muncul, begitu kegiatan ekonomi dan perdagangan dibuka, jumlah pasien terpapar Covid-19 ikut bertambah.
Kita paham masa transisi adalah adaptasi kehidupan baru yang tak semudah dijalankan. Ada risiko yang yang boleh jadi penghambat menuju tatanan kehidupan baru. Tetapi risiko apa pun yang dihadapi, proses harus berlanjut.
Selagi proses berjalan, diperlukan banyak kebijakan yang pro rakyat. Kebijakan yang dapat mendongkrak daya beli masyarakat, khususnya kelas bawah yang banyak terkena dampak pandemi. Sektor riil, satu dari sekian pilihan yang dapat menjadi prioritas.
Sektor ini dapat berjalan, jika semua elemen bangsa terlibat di dalamnya. Pemerintah mulai dari pusat dan daerah bergandengan tangan dengan swasta, pengusaha, pemilik modal mengembangkan potensi di masing-masing daerah.
Kebijakan ini dapat menjadi momen mengemas dan mengembangkan kearifan lokal.
Di sisi lain, sedapat mungkin tidak mengeluarkan kebijakan yang pada akhirnya menambah beban rakyat kecil.