Bapak Pengejar Syahwati Tewas di Tangan Anak Tiri

Selasa 04 Agu 2020, 07:30 WIB

JIKA ada bapak tiri paling jahat di Musirawas (Sumsel) mungkin hanya Marbun (49), lah orangnya. Sudah ringan tangan pada istri, masih juga memperkosa kedua anak tirinya. Johan (20), sebagai anak sulung Ny. Salmah (42), tidak terima. Maka Marbun dibikin marhum lewat dua kali tusukan belati.

Bapak tiri jadi penjahat kelamin, terlalu sering masuk ke kolom ini. Tapi mau
bagaimana lagi, dari berbagai penjuru masih ada saja suami-suami yang jadi pejuang
selangkangan. Kawin lagi dengan seorang janda, orientasinya ke masalah syahwat
melulu. Bagaimana tidak, ketika “kendaraan” seken itu tak lagi nyaman dikendarai, justru gentian mengincar anak tirinya. Apa nggak koplak namanya?

Marbun warga Muara Lakitan Kabupaten Musirawas, rupanya termasuk barisan
SPK (Suami Penjahat Kelamin). Dia menikahi janda Salmah sekita 5 tahun lalu, semata-mata hanya memburu kecantikan wanita sekedar untuk pelampiasan syahwat belaka. Buktinya, meski sudah ada tiga anak yang mulai ABG, diterima juga. Ny. Salmah juga kurang hati-hati bahwa sekarang banyak ayah tiri jadi predator seks.

Presiden Sukarno dulu menikahi Hartini (1956), ketika janda Suwondo itu sudah
punya anak 5. Mungkin merujuk dari itu, Marbun semakin pede untuk menikahi janda
Salmah, karena baru beranak tiga. Ibarat mobil, “turun mesin” baru tiga kali jelas spare partsnya masih terjamin. Semua asli bikinan Jepang, bukan Taiwan-an.

Salmah memang cantik. Tapi ketika sudah menjadi milik sendiri dan sering
dibolak-balik macam bikin serabi, tentu saja tak menggairahkan lagi. Marbun mulai
melempar wacana untuk mencari “slundingan” (makanan iseng). Tapi mau “jajan” di
luaran masih musim corona begini, juga tidak berani, Jelas tidak tepat timingnya. Bagaimana mungkin, mau kencan kok diharuskan jaga jarak, ya nggak ketemulah!

Lalu setan memberi masukan secara daring (jarak jauh), “Kenapa jauh-jauh, itu
kedua anak tirimu kan mulus-mulus, sikat saja Bleh.” Marbun pun tersentak, oh ….iya
ya. Nah, sejak itu dia mulai mendekati Weni (17), atau Maya (15). Mana yang kena dulu, sikatlah. Soal beginian kan tak perlu pakai sistem zonasi maupun afirmasi. Begitu ada peluang, langsung saja bertindak.

Begitulah, akhirnya Marbun berhasil mengajak begituan Maya, si bungsu. Tentu
saja secara paksa. Karena diancam si ABG diam saja atas nasib malangnya. Lain hari kembali Marbun beraksi, kini dia berhasil menggarap Weni. Beda dengan Maya, dia langsung mengadu pada sang ibu.

Tapi karena ini masalah aib, Ny. Salmah mencoba meredamnya, dalam arti tidak
serta merta lapor polisi. Dia sekarang menyesal menikah dengan Marbun, ternyata dia lelaki doyan tapi tidak tahu aturan. Bagaimana mungkin sudah kawin sama emaknya, anak tiri masih mau ditelateni juga.

Tapi Salmah meratapi nasibnya, kok betapa buruk suratan hidupnya. Pada dirinya
Marbun kini suka ringan tangan, kok sekarang dia ringan kaki untuk memperkosa
bergantian dua anaknya. Tanpa disadari dia menangis terisak-isak, sampai kemudian
terlihat oleh Johan, anak sulungnya. “Kenapa emak menangis?” kata si sulung.

Awalnya Ny. Salmah mencoba merahasiakan hal ini, tapi karena didesak Johan,
akhirnya dibukalah semuanya. Tentu saja sisulun jadi marah, sehingga mengajak sang ibu untuk melapor ke Polsek Muara Lakitan. Saat keduanya naik motor hendak ke Polsek, tiba-tiba dicegat dan dilarang oleh si Marbun untuk tidak ke kantor polisi.

Makin marahlah Johan, sebilah belati yang tersimpan di kantongnya langsung
ditarik dan ditusukkan ke dada Marbun. Ayah tiri itu langsung ambruk tapi ditimpa lagi
sampai benar-benar wasalam atau wafat menurut istilah wartawan muda sekarang. Johan sempat buron, tapi kemudian menyerahkan diri. Dalam pemeriksaan dia mengakui, tak rela ibu disakiti dan kedua adiknya dicabuli.

Berita Terkait

News Update