Memberi dan Menerima

Senin 03 Agu 2020, 07:00 WIB

Oleh Harmoko
 
MEMBERI dan menerima merupakan sepasang kata yang indah, seindah jika sikap dan perilaku kita mencerminkan untuk senantiasa saling memberi dan menerima dalam kehidupan sehari – hari. Tentu, memberi bukan dengan kesombongan, begitu pun menerima bukan karena keterpaksaan.

Agama apa pun mengajarkan , idealnya, memberi karena niat baik membantu seseorang yang memang sedang membutuhkan, sehingga yang menerima pun akan bersenang hati, ikhlas menerimanya.

Para leluhur kita pun telah mengajarkan, bahkan menerapkan dalam kehidupan sehari – hari, antar – tetangga, antar- kelompok, dan lebih luas lagi dalam berbangsa dan bernegara, yang kemudian dilegalkan dalam falsafah hidup bangsa, yakni Pancasila.

Memberi sejatinya merupakan perbuatan luhur yang  mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.Itulah sebabnya dalam butir – butir dasar negara kita diminta hendaknya mengembangkan sikap untuk suka memberi pertolongan kepada orang lain dengan harapan orang yang ditolong  tersebut dapat berdiri sendiri, setidaknya untuk sementara terkurangilah beban dan masalahnya.

Dalam beberapa hari ini kita menyaksikan bagaimana sikap saling memberi teraplikasikan dalam pembagian hewan kurban. Begitu pun proses pemotongan hingga pembagian yang dilakukan secara gotong royong tanpa membedakan latar belakang pendidikan, status sosial dan ekonominya. Semuanya kerja keras tanpa pamrih, tanpa berharap jasa dan imbalan. Semua kerja bareng penuh keramah tamahan dan keikhlasan demi lancarnya pembagian daging kurban kepada mereka yang berhak. Mereka yang layak menerima pemberian dan pembagian daging kurban.

Inilah budaya bangsa kita yang sudah ada sejak dulu kala. Budaya ini tumbuh dan berkembang karena adanya kebersamaan, adanya kepentingan dan tujuan yang sama.
Tentu saja, budaya ini hendaknya tidak hanya sesekali atau muncul setahun sekali, tetapi setiap kali , setiap saat, di mana saja dan kapan saja.
Mungkinkah itu dapat teraplikasi? Kita harus optimis bahwa budaya itu dapat terlaksana dalam kehidupan kita sehari – hari. Sebab, kita pun meyakini budaya saling memberi telah terpatri dalam jati diri bangsa kita sebagai identitas nasional.

Yang diperlukan adalah keteladan, lebih – lebih para pejabat negeri baik di tingkat pusat maupun daerah. Sebab, di negara manapun keteladanan pemimpin adalah penting untuk memberi motivasi dan bukti. Kita patut mengapresiasi jika ada seorang pemimpin negeri sampai berjerih payah berjalan kaki naik turun perbukitan membagikan hewan kurban langsung kepada warganya di daerah terpencil.

Keteladanan sikap saling memberi juga hendaknya dilakukan oleh kita semua sebagai pemimpin keluarga. Apa pun statusya, siapa pun dia, diri kita ini sebenarnya sebagai pemimpin, setidaknya memimpin diri sendiri untuk memberi keteladanan mau mengembangkan sikap saling memberi.
Dengan mengembangkan sikap saling memberi akan mendorong rasa persaudaraan dan solidaritas sosial yang tinggi sehingga segala tantangan dan kesulitan yang dihadapi akan semakin ringan.

Bukankah meringankan derita orang lain lebih baik ketimbang menambah penderitaan yang efeknya tentu akan menimpa lingkungan kita juga. Pepatah mengatakan memberi itu terangkan hati seperti matahari menyinari bumi. Karenanya orang bijak berkata” Jangan sekali – kali merasa malu memberi walaupun sedikit. Tidak memberi sama sekali pasti nilainya lebih sedikit.”

Sekecil apa pun pemberian tentu akan bermanfaat, sepanjang tepat sasaran, tidak salah alamat. Jangan sampai memberi bantuan kepada orang yang kesulitan, tetapi bantuan jatuh kepada mereka yang berkecukupan. Kita tentu tidak ingin “Menambak gunung, menggarami lautan” (*).

News Update