Klaster Perkantoran di Jakarta Meningkat 10 Kali Lipat, Satgas Covid-19: Lebih Baik WFH

Kamis 30 Jul 2020, 10:30 WIB
Tim Pakar Satgas Penanganan Covid-19, Dewi Nur Aisyah, di acara dialog di Media Center Satgas Penanganan Covid-19. (ist)

Tim Pakar Satgas Penanganan Covid-19, Dewi Nur Aisyah, di acara dialog di Media Center Satgas Penanganan Covid-19. (ist)

JAKARTA - Klaster perkantoran Covid-19 di DKI Jakarta sampai dengan 28 Juli 2020 ditemukan 90 klaster dengan total kasus 459. Angka tersebut bertambah 10 kali lipat pada masa Pembatasan Status Berskala Besar (PSBB) transisi.

"Kantor yang menjadi klaster pun beragam mulai dari Kementerian, Lembaga/badan, BUMN, Kepolisian, Kantor di lingkungan Pemda DKI Jakarta sampai Swasta," ucap Tim Pakar Satgas Penanganan Covid-19, Dewi Nur Aisyah, di Media Center Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Jakarta, Rabu (29/7/2020) sore.

Dewi kembali menegaskan bahwa protokol kesehatan tetap harus diterapkan dengan disiplin di mana saja, di manapun kita berada harus menerapkan protokol kesehatan dengan disiplin jaga jarak, menggunakan masker, dan mencuci tangan atau memastikan tangan steril sebelum menyentuh hidung, mata, dan mulut karena individu bisa terjangkit dimana saja, bisa jadi di kantor, di perjalanan, hingga di rumah.

Selanjutnya, Dewi juga merekomendasikan bagi sektor perkantoran, selain kebijakan Work From Home (WFH), pembagian jam kerja atau sif serta pengawasan tetap harus ditingkatkan untuk memastikan bahwa setiap orang yang berada di lingkungan perkantoran dapat melakukan protokol kesehatan guna mencegah penularan Covid-19.

“Jika suatu perusahaan masih bisa melakukan WFH, maka lebih baik WHF. Jika tidak memungkinkan WFH maka kapasitas kantor maksimal 50 persen dan membuat shift dengan jeda 1,5 sampai 2 jam agar tidak terjadi penumpukan pada saat kedatangan, kepulangan, dan jam makan siang.

"Kemudian apabila di ruangan terdapat jendela, maka lebih baik dibuka agar sirkulasi udaranya berjalan lebih baik. Serta memberdayakan Health Safety Environment (HSE) officer sebagai bisa sebagai pengawas protokol kesehatan di suatu kantor,” jelas Dewi," kata Dewi.

Terakhir, Dewi kembali mengingatkan agar seluruh masyarakat tetap patuh dan disiplin menerapkan protokol kesehatan secara kolektif dan bersama-sama sehingga dapat menekan potensi penularan virus Sars-CoV-2 di Indonesia.

Dewi mengapresiasi  Tim Surveilans DKI Jakarta yang aktif dalam melakukan pemeriksaan terhadap warganya bahkan melebihi standar Badan Kesehatan Dunia (WHO) yaitu 1000 per 1.000.000 penduduk dalam waktu satu minggu.

“Jadi kalau DKI Jakarta kita ambil angka bulat 10 juta, maka satu minggunya dilakukan pemeriksaan standarnya adalah 10.000. Angka pemeriksaan Jakarta ternyata dari 4-10 Juni sudah 21 ribu per minggu. Jadi sudah melebihi ekspektasinya WHO kemudian bertambah lagi 27 ribu dan di pekan terakhir ini meningkat sampai 40 ribu pemeriksaan dalam waktu satu minggu” ungkap Dewi.

Pada masa PSBB transisi, Dewi menjelaskan klaster baru di DKI Jakarta dengan jumlah kasus paling banyak adalah lokal transmisi yang berasal dari pemukiman hasil contact tracing sebanyak 283 klaster dengan 1,178 kasus. Kedua adalah perkantoran terdapat 90 klaster dengan 459 kasus. Kemudian diikuti dengan pasar sebanyak 107 klaster, fasilitas kesehatan sebanyak 124 klaster, dan rumah ibadah sebanyak 9 klaster dengan total 114 kasus yang berada di gereja, masjid, asrama pendeta, pesantren, bahkan kegiatan tahlilan. (johara/ys)

Berita Terkait
News Update