BERPOLITIK itu sudah pasti bertujuan untuk memegang jabatan pemerintahan, baik di level bawah, menengah maupun atas. Tidak ada orang berpolitik apalagi sampai mendirikan partai yang bertujuan hanya untuk menyalurkan hobby atau iseng-iseng belaka.
Namun, berpolitik tidak boleh sembarangan atau semau gue. Sama seperti kegiatan lainnya, berpolitik juga dibatasi oleh etika yaitu norma-norma yang membolehkan atau melarang suatu tindakan dan prilaku berpolitik.
Etika berpolitik atau Etika Politik itu tidak hanya mencakup sopan santun dalam melakukan kegiatan politik semisal apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam berkampanye. Juga termasuk Etika politik adalah niat yang terkandung di dalam hati ketika seseorang melakukan aktifitas politik.
Orang yang secara tulus menceburkan diri kedalam kancah politik dengan tujuan untuk memperbaiki situasi dan kondisi bangsa dan negara adalah orang yang memiliki etika politik. Sebaliknya politisi yang terjun ke dunia politik, ikut parpol, dan mendaftarkan diri pada jabatan tertentu hanya demi kepentingan dirinya dan keluarganya, tidak bisa disebut memiliki etika politik.
Memang tidak akan ada orang yang mampu mengetahui apa yang menjadi niat politisi ketika memasuki dunia politik dan kepartaian. Publik baru bisa menebak ketika niat itu sudah menjadi kenyataan.
Kita tidak akan mampu mengetahui niat seorang calon wakil rakyat, calon presiden, calon gubernur, calon bupati dll, saat mereka berkampanye. Apalagi berkampanye itu adalah masa menebar janji yang belum tentu ditepati nantinya. Kita baru akan tahu apa niat mereka yang sebenarnya ketika mereka sudah menjabat.
Itulah sebabnya banyak dari kita kemudian merasa dikhianati atau ditipu, tepatnya tertipu, saat tahu dan merasakan bahwa prilaku, tindakan dan kebijakan pejabat yang kita pilih ternyata jauh dari janjinya ketika berkampanye.
Sejak gerakan reformasi digulirkan tahun 1999, kita telah mengalami beberapa kali Pemilu atau Pileg, Pilpres dan Pilkada. Dengan demikian kita juga sudah mengalami beberapa kali kita tertipu oleh janji para politisi yang tidak ditepati ketika mereka sudah memegang jabatan.
Kita kecewa sudah tentu tapi masalahnya kita belum tahu cara apa yang paling efektif untuk memberi peringatan kepada pejabat yang ingkar janji atau keliru dalam membuat dan melaksanakan kebijakan. Bagaimanapun pejabat yang tidak aspiratif memang harus terus diingatkan agar mereka lebih mendahulukan kepentingan rakyat daripada kepentingan dirinya dan partainya. Ada etika berpolitik. ***
(Prof DR Amir Santoso, Gurubesar FISIP UI; Rektor Universitas Jayabaya, Jakarta).