Bambang Ekalaya, Sosok Sukses Pembelajaran Jarak Jauh Tapi Bernasib Tragis

Minggu 26 Jul 2020, 11:05 WIB
Bambang Ekalaya membuat patung Drona.

Bambang Ekalaya membuat patung Drona.

MUSIM Panemi Covid-19 atau virus corona, seperti sekarang ini telah merepotkan proses belajar mengajar bagi anak didik TK hingga perguruan tinggi.

Muncullah kemudian pembelajaran jarak jauh, dari rumah, yang kemudian dipermudah dengan intenet, disebut pembelajaran via daring (dalam jaringan), juga dikenal sebagai belajar secara online.

Ada juga model virtual semisal dengan aplikasi zoom, bisa melibatkan beberapa siswa.

Baca juga: Inilah 8 MItos Pernikahan Jawa, Ada Aturan Khusus untuk Anak Sulung

Dalam cerita pewayangan Jawa, ada model pembelajaran jarak jauh, yang tentunya sangat berbeda dengan pembelajaran model daring, atau pun virtual.

Namanya, juga pewayangan, cara belajarnya juga cara kuno. Namun, semangat belajarnya yang patut diteladani. Ia sukses dalam belajarnya, tapi bernasib tragis.

Adalah sosok Ekalaya, nama lengkaponya Bambang Ekalaya (baca Ekoloyo, o seperti bunyi dalam kata tokoh).

Ia belajar tanpa berhadapan dengan gurunya langsung, tapi dia sangat tekun luar biasa.

Semangatnya untuk menjadi nomor satu, membuatnya selalu focus dan tak pernah berhenti belajar. Dalam hal ini Ekoloyo belajar ketrampilan memanah.

Bambang Ekoloyo berkeinginan kuat untuk jago memanah, ia mencari guru terbaik, dan itu adalah Resi Drona.

Bertekad ingin menjadi pemanah terbaik di dunia, ia melamar sebagai murid Drona.

Dengan keinginan yang kuat untuk menimba ilmu panah, ia datang ke Hastinapura untuk berguru langsung pada Drona, guru para Pandawa dan Korawa, bangsawan Kuru.

Namun, permohonannya ditolak, karena Drona khawatir bahwa kemampuannya bisa menandingi Arjuna, salah satu Pandawa.

Di samping itu, Drona berjanji untuk menjadikan Arjuna sebagai satu-satunya kesatria pemanah paling unggul di dunia.

Ini menggambarkan sisi negatif dari Drona, serta menunjukkan sikap pilih kasih Drona kepada murid-muridnya, sebab ia sangat menyayangi Arjuna melebihi murid-murid yang lainnya.

Penolakan Drona tidak menghalangi niatnya untuk memperdalam ilmu keprajuritan. Ia kemudian kembali masuk ke hutan dan mulai belajar memanah, ia tetap membayangkan Drona sebagai guru.

Membayangkan Drona

Sebagai motivasi dan inspirasi, ia membuat patung berbentuk Drona dari tanah dan lumpur bekas pijakan Drona, serta memuja patung tersebut seakan-akan itu Drona yang asli.

Di situlah dia belajar memanah dengan keyakinan yang mendalam, bahwa di hadapannya yang ada bukan arca melainkan Drona sendiri.

Setiap kali akan berlatih memanah, ia terlebih dulu bersimpuh di hadapan arca Drona untuk memohon doa restu dan tuntunannya, agar menjadi seorang yang mahir dan pandai dalam olah memanah.

Berkat kegigihannya dalam berlatih, Ekalaya menjadi seorang prajurit dengan kecakapan dalam ilmu memanah, yang sejajar bahkan lebih pandai daripada Arjuna.

Suatu hari, saat ia sedang berlatih di tengah hutan, ia mendengar suara anjing menggonggong ke arahnya. Tanpa melihat sumber suara, Ekalawya melepaskan beberapa anak panah, dan tepat menyumpal mulut anjing tersebut.

 Anjing tersebut tidak terluka, tetapi sumpalan anak panah membuatnya tak bisa menggongong. Ia pun meninggalkan Ekalawya.

Saat anjing yang tersumpal itu ditemukan oleh para Pandawa dan Drona, mereka kebingungan karena sejauh pengetahuan mereka, tidak ada orang yang mampu melakukan keterampilan memanah seperti itu, selain Arjuna. Kemudian mereka melihat Ekalaya, yang memperkenalkan dirinya sebagai murid dari Guru Drona.

Mendengar pengakuan Ekalaya, timbul kegundahan dalam hati Arjuna, bahwa ia tidak lagi menjadi seorang prajurit terbaik di dunia. Perasaan gundah Arjuna juga terbaca oleh Drona, yang juga teringat akan janji untuk menjadikan Arjuna sebagai pemanah terhebat di dunia.

Dianggap Lancang

Saat bertemu Drona dan Arjuna, Ekalaya dengan sigap menyembah sang guru, tetapi ia malah mendapat amarah atas sikap yang dianggap tidak bermoral, yaitu lancang mengaku sebagai murid Drona meskipun dahulu sudah pernah ditolak untuk diterima sebagai murid.

Dalam kesempatan itu pula Drona meminta Ekalawya untuk mempersembahkan guru dakshina apabila mau diakui sebagai murid. Itu merupakan tradisi pemberian sesuatu, sesuai permintaan guru kepada muridnya, sebagai tanda terima kasih dari seorang murid yang telah menyelesaikan pendidikan.

Ekalaya mengaku bahwa ia tidak memiliki barang berharga apa pun untuk diberikan. Tetapi, Drona meminta supaya ia memotong ibu jari tangan kanannya.

Awalnya Ekalaya ragu, tetapi Drona tetap memintanya secara tegas. Lalu, permohonan Drona pun dilakukan oleh Ekalaya.

Ia menyerahkan ibu jari kanannya kepada Drona, meskipun dia tahu akan akibat dari pengorbanannya tersebut, yaitu kehilangan kemampuan dalam ilmu memanah.

Bagitulah, Ekalaya ditipu untuk merelakan ibu jari tangan kanannya dipotong, hal itu pula yang menyebabkan cincin Mustika Ampal yang merupakan jimat kesaktiannha lepas dari tubuhnya.

Nasib Ekalaya yang sudah sukses, sudah begitu hebat jadi pemanah nomor wahid menjadi mubazir karena tipu daya Drona, demi cita-cita Arjuna untuk menjadi pemanah nomor satu di jagad raya. (win)

Berita Terkait
News Update