Hari Anak, Wakil Ketua DPRD DKI Singgung Kebijakan Pemprov di Bidang Pendidikan: Antiresesi Tapi Tidak Antipandemi

Jumat 24 Jul 2020, 10:45 WIB
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Zita Anjani. (yono)

Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Zita Anjani. (yono)

JAKARTA - Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Zita Anjani memberikan catatan di Hari Anak Nasional bagi dunia pendidikan. Ia mempertanyakan peran pemerintah pada dunia pendidikan yang dikenalnya antiresesi, antikrisis namun ternyata tidak antipandemi.

Dikatakan, sejalan dengan pandemi, dunia anak sudah tidak sama lagi. Dulu bebas bermain dengan teman sebaya, sekarang bermain sendiri di balik tembok rumah. Dulu guru jadi teman berbagi, sekarang gadget yang jadi sahabat sejati. 

"Hari anak nasional bukan ajang lempar flyer ucapan semata. Harus menjadi bahan refleksi kita melihat kondisi anak Indonesia. Saat ini, banyak tangisan anak yang harus diusap oleh bapak ibu pemilik otoritas. Teriakan dan jeritan orang tua hampir tidak terdengar, mungkin karena tebalnya tembok kerja, atau sibuknya rutinitas hingga lupa dengan janji ikrarnya," cetus Zita, di Jakarta, Jumat (24/7/2020).

Zita merasa miris melihat anak menjadi korban dari kebijakan pemerintah. Salah satunya pendidikan di tengah pandemi. Sejauh penerapan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), apakah pemerintah merasakan biaya pulsa yang begitu besar untuk belajar jarak jauh? Tampak tidak ada solusi jelas untuk persoalan ini. Jika setiap RT sudah memiliki akses internet, tentunya beban orang tua menjadi tidak begitu besar. 

"Belum lagi biaya-biaya lainnya, yang juga harus ditanggung, apalagi yang belajar di sekolah swasta. Biaya SPP juga harus dibayar setiap bulannya. Sisa uang yang harusnya untuk makan, tersisihkan untuk biaya agar bisa sekolah. Akhirnya gizi anak yang di kesampingkan, miris saya melihatnya," keluhnya.

Bahkan, sambung Zita sebagian dari orang tua tidak mampu membeli gadget yang layak untuk digunakan dalam pembelajaran jarak jauh. Terpaksa banyak anak-anak kita harus pergi ke warnet pagi siang malam, bahkan tak heran ada beberapa yang menjadi pemburu Wifi Gratis. 

"Pendidikan kita hari ini seperti sudah mengingkari butir kelima dasar negara, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sedih rasanya," ujarnya.

Pandemi adalah ujian sesungguhnya bagi negara ini untuk menjadi Pancasilais. Kita punya anggaran besar yang diamanahkan konstitusi untuk sektor pendidikan, di atas 20 persen. Sering kali, kita mengklaim pendidikan kita anti-krisis, antiresesi, namun ternyata tidak anti terhadap pandemi.

"Kita perlu kembali melihat cita-cita bernegara. Sejauh mana, kita sudah ingkari," tegasnya. (yono/ys)

Berita Terkait
News Update