Giliran PGRI Mundur dari Program Organisasi Penggerak (PDP) Kemendikbud

Jumat 24 Jul 2020, 14:35 WIB
Prof. Dr. Unifah Rosyidi, M.Pd.,  Ketua Umum PGRI nyatakan organisasinya menolak POP. (ist)

Prof. Dr. Unifah Rosyidi, M.Pd., Ketua Umum PGRI nyatakan organisasinya menolak POP. (ist)

JAKARTA –  Setelah Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) menolak untuk bergabung dalam Program Organisasi Penggerak (PDP) Kemendikbud, kini Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) melakukan langkah yang sama. 

Alasan mundur karena pemilihan kriteria POP tidak jelas. "Kami memutuskan untuk tidak bergabung dalam POP Kemendikbud," kata Prof. Dr. Unifah Rosyidi, M.Pd.,  Ketua Umum PGRI.

Menurut Unifah dalam pernyataannya yang diterima Pos Kota, Jumat (24/7),   Kemendikbud meluncurkan POP yang bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui penguatan guru dan kepala sekolah.

Program ini disambut baik oleh PGRI dan kami sangat bersungguh-sungguh mengajukan proposal untuk mengikuti  serangkaian seleksi yang sangat ketat.

"Kami dengan sungguh-sungguh menyampaikan berbagai dokumen dan track record kami dalam memajukan pendidikan utamanya melalui program  peningkatan kompetensi guru dan tenaga pendidikan," kata Unifah.

Namun, lanjut Unifah, dalam perjalanan waktu, dengan mempertimbangkan beberapa hal, menyerap aspirasi dari anggota, pengurus dari daerah, Pengurus Besar PGRI melalui Rapat Koordinasi bersama Pengurus PGRI, dan lainnya akhirnya memutuskan untuk mundur. 

Ia menambahkan alasan mundur karena pandemi Covid-19 datang meluluhlantakkan berbagai sektor kehidupan, termasuk dunia 
pendidikan dan berimbas pada kehidupan siswa, guru, dan orang tua.

PGRI memandang bahwa dana yang telah dialokasikan untuk POP akan bermanfaat jika digunakan untuk membantu membantu siswa, guru/honorer, penyediaan infrastruktur di daerah khususnya di 
daerah 3 T (terdepan, terpencil dan tertinggal).

“Dana tersebut lebih bermanfaat untuk menunjang pembelajaran jarak jauh (PJJ) di era pandemi ini," tandasnya. 

Ia menambahkan  PGRI memandang perlunya kehati-hatian dalam penggunaan anggaran POP yang harus  dipertanggungjawabkan secara baik, dan benar berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintah.

"Mengingat waktu pelaksanaan yang sangat singkat, kami berpendapat bahwa program tersebut tidak dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Kami ingin  menghindari berbagai akibat yang tidak diinginkan di kemudian hari," kata Unifah. 

News Update