Sidang Tahunan MPR Agar Dievaluasi Kembali

Senin 20 Jul 2020, 20:39 WIB
Saleh Partaonan Daulay dan Margarito Kamis dalam dalam dialog Empat Pilar MPR RI. (rizal)

Saleh Partaonan Daulay dan Margarito Kamis dalam dalam dialog Empat Pilar MPR RI. (rizal)

JAKARTA -  Sidang Tahunan (ST) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Republik Indonesia (RI) yang setiap tahunnya digelar jelang Hari Kemerdekaan RI, yakni 14 Agustus  dinilai monoton dan tidak mendapatkan umpan balik kepada masyarakat. Untuk itu harus ada evaluasi agar pemerintah mendengarkan seluruh aspirasi rakyat untuk perbaikan-perbaikan ke depan. 
 
"Sebab isinya hanya monolog. Yakni  hanya mendengar pidato (laporan kerja,red) oleh Presiden RI, Ketua MPR RI, Ketua DPR RI dan Ketua DPD RI, tapi tak ada evaluasi untuk perbaikan lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif, maka tak akan bermanfaat bagi rakyat," kata  anggota MPR RI FPAN, Saleh Partaonan Daulay.
 
Kosep ini ditawarkan  Saleh Daulay dalam dialog Empat Pilar MPR RI 'Efektivitas Sidang Tahunan MPR RI' bersama anggota MPR RI Fraksi PKS Hj. Kurniasih Mufidayati, dan pakar hukum tata negara Margarito Kamis di Kompleks MPR RI Senayan Jakarta, Senin (20/7/2020).
 
Saleh menilai,  karena ST MPR RI yang terdiri dari laporan kerja terkait pengeloaan negara dalam setahun terakhir ini,  tanpa ada evaluasi terhadap kinerja pemerintah, MPR RI, DPR RI dan DPD RI maka hanya terkesan lomba pidato. Dipastikan tidak akan menghasilkan apa-apa, kecuali masyarakat yang menonton yang jenuh.
 
"Semestinya, ST MPR RI itu bisa menjelaskan soal defisit anggaran untuk Covid-19 yang lebih 3 persen, bantuan sosial yang tidak merata akibat data yang tidak beres, anggaran Kemenkes RI yang Rp75 triliun, tapi baru dicairkan Rp25,7 triliun dan sebagainya," kata Saleh Daulay.
 
Apalagi lanjut Saleh Daulay, pidato itu hanya mengacu pada visi dan misi presiden, bukan GBHN.  Karena itu, kemudian lahir gagasan untuk menghidupkan kembali garis-garis besar haluan negara, semacam GBHN. “Dan, untuk GBHN itu perlu amandemen UUD NRI 1945,” pungkasnya.
 
Dalam kesempatan itu, Margarito pun mendukung dihidupkannya GBHN tersebut dan pidato presiden dan semua lembaga negara harus mengacu pada GBHN. "Kalau tidak, bagaimana nasib bangsa ini ke depan, kalau hanya berpegang pada visi misi presiden. Sehingga yang menyumbang besar pada pilpres itulah yang bisa menentukan visi misi presiden? Kalau itu benar, maka, kita ini berkhidmat pada kapitalis-liberalis. Karenanya diperlukan amandemen UUD NRI 1945 untuk menghidupkan kembali GBHN," katanya. (rizal/fs)
 
 

Berita Terkait

News Update