Bercermin Tetaplah Bercermin

Senin 20 Jul 2020, 07:00 WIB
Harmoko. (arief)

Harmoko. (arief)

Oleh Harmoko

KADANG kita bertanya mengapa orang lain lebih maju dari kita? Jawabnya boleh jadi karena mereka lebih hebat dari kita. Hebat dalam berusaha dan berhasil karya. Begitu pun ketika kita merenung, mengapa beberapa bangsa lain lebih maju dari kita? Jawabnya boleh jadi mereka lebih hebat dari kita, lebih berkemampuan dari kita. Hebat dalam penyediaan sarana dan fasilitas, hebat dalam penyediaan dana, kecanggihan ilmu dan teknologi serta keunggulan sumber daya manusianya.

Pertanyaan kemudian apakah negeri kita tidak hebat? Jawabnya negeri kita hebat dan harus terus hebat. Harus maju dan berkembang menjadi negara yang sejajar, apalagi lebih hebat dari negara maju yang ada di dunia.

Kita memiliki kekayaan sumber daya alam, memiliki sumber daya manusia yang hebat dan tangguh. Memiliki kehebatan adat dan budaya yang telah diakui dunia. Belum lagi bicara keramahtamahan masyarakatnya, objek wisata dan kulinernya.

Bangga Indonesia. Ya! Sikap pandang seperti inilah yang harus menjelma dalam jati diri bangsa. Jangan lantas sesuatu yang di, atau dari, luar negeri itu hebat, kemudian membuat kita merasa terbelakang, tertinggal, dan tidak berdaya

Sikap dan perasaan seperti itu hendaknya dibuang jauh mulai sekarang. Bahwa kita harus berkaca kepada dunia, negara maju dan hebat, memang tak boleh diabaikan. Harus dijadikan sebagai cermin untuk berkaca dalam mempelajari kelebihan orang lain kapan dan di mana saja.

Korea, di tahun 1960 dulu berada di bawah kita, sekarang kita "terpaksa" menyaksikan kehebatannya. Juga negara tetangga seperti Malaysia yang di tahun 70- an banyak studi banding soal pertanian dan pendidikan dari negeri kita. Sekarang sebaliknya.

Sering dikatakan, pengaruh global suatu negara akan diukur dari kekuatan ekonomi, politik dan militer (pertahanan). Kekuatan itu memang sampai sekarang masih menjadi parameter, tetapi patut diingat ada kekuatan lain yang sejatinya bisa berdampak kepada dunia, seperti wisata, budaya, mode, hiburan serta makanan ( kulinernya). Artinya dengan mengembangkan kekuatan ini, suatu negara bisa menjadi hebat di dunia.

Hanya saja, hasil studi soal kekuatan tersebut masih dikuasai negara Eropa seperti Italia, Prancis, dan Spanyol. Juga AS dan Inggris.

Tak mengherankan jika Jepang dan Korea misalnya, terus mengembangkan wisata budaya, hiburan dan makanan khasnya ke seantero dunia. Ini tidak lain untuk melipatgandakan kehebatan negeri, kekuatan ekonomi dan budaya mereka. 

Lantas bagaimana dengan negeri kita? Tak perlu diragukan,kita pasti bisa seperti mereka karena memiliki segudang potensi. Baik di bidang ekonomi, budaya, wisata, hiburan hingga makanan. Bahkan apa saja! Daftar potensi akan berderet sangat panjang jika disebutkan.Tinggal bagaimana mengemasnya agar mendunia, sebelum budaya yang menjadi hak milik kita dipatenkan negara lain.

Yang pertama berbangga dulu terhadap produk negeri sendiri! Lalu diikuti dengan memakainya.

Kedua, bekerja sama meningkatkan dan mengembangkan produk bangsa melalui kreasi dan inovasi. Peluang senantiasa terbuka bagi perubahan untuk berinovasi dengan cara tetap mempertahankan jati diri.

Ketiga, tak perlu sungkan bercermin diri, kemudian berkaca kepada negara lain dengan mengakui adanya kekurangan. China, Jepang dan Korea ada di depan mata, telah menjadi cermin dunia.

Tapi ingat! Jangan buruk rupa lantas cermin dibelah. Jangan karena terdesak situasi, lantas orang lain “dihakimi”. Mari bersama membangun negeri. (*).

News Update