JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta mencatat penduduk miskin DKI Jakarta pada Maret 2020 memaparkan angka garis kemiskinan di DKI Jakarta naik 1.11 persen.
Posisi ini diketahui berdasarkan data dari September 2019 hingga Maret 2020, pada bulan Maret 2020 presentase penduduk miskin berada di angka 4,53 persen, sedangkan pada Semptember 2019 berada di angka 3,42.
Kepala BPS DKI Jakarta, Buyung Airlangga mengatakan jumlah penduduk miskin pada Maret 2020 ada sebanyak 480,86 ribu orang. Sedangkan pada pereode yang sama Maret 2019 tercatat 365,55 orang dan ini berani mengalami kenaikan sebanyak 118,6 ribu orang.
"Angka ini hampir setara 20 tahun yang lalu, dimana –pada tahun 2000 kemiskinan di DKI berada di angka 4,96 persen lalu kembali turun, namun pada 2006 dan 2007 mengalami kenaikan kembali 4,57 persen dan 4,61 persen," kata Buyung Airlangga, Rabu (15/7/2020).
Menurutnya, jika perbandingan dengan angka kemiskinan di DKI Jakarta dan Nasional sama-sama mengalami kenaikan. Dimana pada tahun 2019 DKI Jakarta berada di angka 3,47 persen dan kembali meningkat menjadi 4,53 persen di bulan Maret 2020.
Sedangkan berdasarkan data tingkat nasional, tingkat kemiskinan berada di angka 9,41 persen pada tahun 2019 dan mengalami kenaikan 9,78 persen di bulan Maret 2020.
Buyung juga menambahkan, selain banyaknya orang miskin dan bertambahnya orang miskin, Proverty Gap Index (P1)/ indeks kedalaman kemiskinan.
Proverty severity (P2) indek keparahan kemiskinan juga mengindikasikan Gap kemiskinan yang terus mengalami kenaikan. Dimana P1 pada Maret 2020 sebanyak 0,590 persen dan P2 sebanyak 0,399 persen
“Kami juga perlu sampaikan beberapa metodelogi kemiskinan yang kami gunakan supaya memiliki perspektif yang sama mengenai kemiskinan itu sendiri. Badan Statistik DKI Jakarta mengunakan metode berdasarkan kebutuhan dasar yang di keluarkan oleh world bank pada tahun 2019,”ujarnya.
Kemiskinan ini dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi terhadap masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dasar baik makanan maupun bukan makanan yang di ukur berdasarkan ketetapan garis kemiskinan.
Maka dari itu penduduk miskin ini diterjemahkan sebagai penduduk yang memiliki rata=rata pengeluaran perkawinan perbulan di bawah garis kemiskinan.
"Metode ini memang sudah digunakan BPS sejak 1998 supaya ada ketergantungan antar waktu dari tahun ke tahun. Survey yang digunakan survey sosial ekonomi nasional yang dilakukan pada bulan Maret 2020," beber Buyung. (wandi/win)