ISTERI saya memberitahu bahwa menurut berita di media massa, museum Louvre di Paris akan dibuka kembali setelah lockdown. Tapi pengunjungnya dibatasi hanya 10 ribu orang.
Padahal biasanya, sebelum lockdown, museum tersebut dikunjungi oleh rata-rata 50 ribu pengunjung setiap hari. Bisa dibayangkan berapa Franch yang dihasilkan oleh satu mesium itu saja. Di Paris saja ada beberapa museum lain selain Louvre.
Kota-kota besar di Eropa dan Amerika Serikat pada umumnya memiliki beberapa museum dan beberapa diantaranya namanya terkenal.
Misalnya Smithsonian di Washington DC. Masing-masing museum itu memiliki keunikan isinya. Tapi tentu saja semuanya memamerkan barang-barang warisan masa lalu.
Di Louvre, misalnya kita bisa menyaksikan Lukisan Monalisa karya Leonardo Da Vinci yang sangat terkenal itu. Ketika saya masuk ke Louvre saya pikir akan bertemu dengan lukisan Monalisa tersebut dalam pigura besar.
Eh ternyata piguranya kecil saja. Itupun dipagari supaya pengunjung tidak bisa merabanya. Mungkin takut rusak.
Di Smithsonian Washington kita bisa menyaksikan berbagai roket ruang angkasa dan penerbangan yang pernah diproduksi oleh AS. Namun di museum-museum tersebut seperti juga museum di London, banyak dipamerkan lukisan dari para pelukis negara tersebut pada masa lalu.
Di Cairo, Mesir pun juga ada ada museum besar yang menyimpan tubuh mummi beberapa Firaun serta peninggalan mereka. Juga ada museum besar di kota Alexandria, di Mesir juga, yang dianggap sebagai kota para Firaun di masa silam.
Ketika di Cairo, dalam perjalanan melakukan umrah, saya dan isteri menyempatkan diri mengunjungi museum. Sempat juga melihat mumi Firaun serta barang-barang peninggalan mereka tapi dilarang memotretnya.
Mumi-mumi itu terbungkus kain putih dan hanya tampak wajahnya. Yang terkenal adalah mumi Tut An-Khamun, Firaun yang mati muda dalam usia 32 tahun.
Barang-barang milik Tut juga dipamerkan seperti ranjangnya, kursinya, mejanya, mahkotanya, kereta perangnya, dan juga anjingnya. Anjing itu juga dijadikan mumi.