Tim Advokasi Novel Baswedan Tuding Kadiv Hukum Mabes Polri Hilangkan Barang Bukti

Rabu 08 Jul 2020, 20:16 WIB
Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono.

Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono.

JAKARTA - Terkait laporan tim advokasi Novel Baswedan ke Divisi Propam Polri yang menuding Kadiv Hukum Mabes Polri, Irjen Rudy Heriyanto menghilangkan barang bukti, Polri akan melakukan pengecekan laporan tersebut.
 
"Kami akan melakukan pengecekan dulu (laporan dari tim advokasi Novel Baswedan)," kata Argo, Rabu (8/7). 
 
Argo menjelaskan Polri masih akan melihat terlebih dulu laporan yang dilayangkan tim advokasi penyidik senior KPK itu. Kemudian baru akan mengambil langkah selanjutnya.
 
Tim advokasi Novel Baswedan melaporkan Irjen Rudy Heriyanto ke Divisi Propam Polri saat ia menjabat Direskrimum Polda Metro Jaya. Rudy dinilai melanggar kode etik profesi Kepolisian Nomor 14 Tahun 2011, lantaran diduga menghilangkan barang bukti kasus penyiraman air keras yang dilakukan 2 anggota Brimob Polri.

"Sehingga, segala persoalan dalam proses penyidikan menjadi tanggung jawab dari yang bersangkutan. Termasuk dalam hal ini adalah dugaan penghilangan Barang Bukti yang terkesan sengaja dilakukan untuk menutupi fakta sebenarnya," kata Anggota tim advokasi Novel, Kurnia Ramadhana.

Dikatakan, ada 4 landasan pihaknya melaporkan Rudy. Pertama, berkaitan dengan hilangnya sidik jari tersangka di botol dan gelas yang digunakan saat melakukan penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan.

Hal tersebut diketahui dari keterangan Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yowono saat menjabat Kabid Humas Polda Metro Jaya, pada tanggal 17 April 2019. Padahal, kata Kurnia pengakuan korban dan para saksi, gelas itu ditemukan kepolisian pada hari yang sama, yakni 11 April 2017 sekira pukul 10.00 WIB dalam kondisi berdiri.  

"Sehingga sudah barang tentu, sidik jari tersebut masih menempel dalam gelas dan botol, terlebih lagi pada saat ditemukan gagang gelas tidak bercampur cairan air keras. Botol dan gelas tersebut tidak dijadikan Barang Bukti dalam proses penanganan perkara ini," ujar Kurnia.

"Padahal, persiapan penyiraman dilakukan di dekat kediaman korban, ini dapat dibuktikan dari aspal yang terkena siraman air keras saat pelaku menuangkan dari botol ke gelas," sambung Kurnia.

Kedua, berkaitan rekaman CCTV di sekitar kediaman rumah Novel Baswedan yang tidak dijadikan Barang Bukti. Padahal, beberapa CCTV tersebut dapat menggambarkan rute pelarian tersangka untuk jadi barang bukti pihak kepolisian.

"Beberapa CCTV di sekitaran rumah korban diketahui memiliki resolusi yang baik untuk dapat memperjelas wajah pelaku dan rute pelarian," ucapnya.

Kemudian ketiga berkaitan dengan cell tower dumps (CTD) yang tidak pernah dimunculkan dalam setiap tahapan penanganan perkara. CTD adalah sebuah teknik investigasi dari penegak hukum untuk dapat melihat jalur perlintasan komunikasi di sekitar rumah korban. 

"Jadi ada upaya dari terlapor untuk menutupi komunikasi-komunikasi yang ada di sekitar rumah korban, baik pada saat sebelum kejadian atau pun setelahnya," kata Kurnia.

Kemudian keempat berkaitan minimnya penjelasan sobekan baju gamis milik Novel Baswedan saat terjadinya peristiwa penyirman air keras. Dalam persidangan tanggal 30 April 2020, pihak kepolisian menyebutkan baju tersebut disobek untuk kepentingan forensik karena terkena siraman air keras. 

"Dalam hal ini, korban tidak pernah mendapatkan kejelasan informasi terkait dengan sobekan baju tersebut dan seperti apa hasil forensiknya," ungkap Kurnia. (ilham/fs)

 

News Update