Negara “Makmur”-kan Rakyat Melalui Redenominasi Rupiah

Rabu 08 Jul 2020, 06:30 WIB

SEJAK 2013 pemerintah hendak menyederhanakan nominal rupiah dari Rp1.000,- menjadi Rp1,- (redenominasi). Tapi tak  kunjung jadi, dan di tahun 2020 ini mulai serius kembali. Mungkin ini cara negara “memakmurkan” rakyatnya, ketika nanti harga beras hanya Rp12,- seliter.

Jaman Orde Lama Presiden Sukarno tahun 1966 pernah meredominasi rupiah dari Rp1.000,- menjadi Rp1,- Harga kerupuk sebuah yang tadinya Rp1.000,- mendadak “anjlok” jadi Rp1,- Tapi celakanya, komponis Anyar Any dari Solo malah merasa rugi besar. Mestinya terima honor rekaman dari PN Lokananti Rp125.000,- gara-gara redenominasi hanya terima Rp125,-.

Sekarang kerupuk sebuah juga Rp1.000,- karenanya pemerintahan Jokowi juga hendak menurunkan harga kerupuk itu jadi Rp1,- lewat redenominasi seperti era Presiden Sukarno dulu. Ini mungkin cara negara “memakmurkan” rakyatnya. Karena pertumbuhan ekonomi RI kata Menkeu Sri Mulyani bisa 0 persen, sudah sepatutnya harga kerupuk diturunkan dari Rp1.000,- jadi Rp1,- beras dari Rp12.000,- seliter jadi Rp12,-.

Rencana ini sebetulnya sejak tahun 2013 ketika Gubernur BI dijabat Darmin Nasution dan disusul oleh Agus Martowardoyo. Tapi di era Gubernur BI Perry Warjio inilah rencana redenominasi digeber kembali. RUU tentang ini sudah masuk prolegnas DPR. Bila DPR oka-oke saja, kemungkinan tahun 2021 RI sudah adil makmur, karena rakyat bisa beli beras seliter hanya Rp12,-. Orang dremba (rakus) bisa 4 X makan sehari.

Tapi jangan senang dulu, walaupun harga beras cuma Rp12,- seliter tapi gaji PNS dan swasta juga turun. Tadinya Anda akhir bulan terima transveran Rp15.000.000,- nantinya tinggal Rp15.000,- saja karena nolnya rontok tiga biji, itu artinya bak-buk (sama) saja.

Kementrian keuangan sudah mengeluarkan konsep redenomonasi itu. Di masa transisi uang Rp100.000,- jadi Rp100,- tapi gambar tetap Sukarno-Hatta,  baru setelah berlaku resmi gambarnya diganti dengan tokoh nasional lainnya. Begitu seterusnya sampai satuan rupiah dari Rp50,- Rp20,- Rp10,- Rp5,- Rp2,- dan Rp1,-.

Mengapa redenominasi disegerakan? Kemenkeu punya alasan: 1. Untuk efisiensi perekonomian berupa percepatan waktu transaksi, karena sederhananya jumlah digit rupiah. 2. Menyederhanakan sistem transaksi, akuntansi dan pelaporan APBN karena tidak banyaknya jumlah digit rupiah.

Jika tak dilakukan, rupiah Indonesia lama-lama bisa jadi seperti Zimbabwe, naik bis kota saja sampai Rp1 miliar ongkosnya. Semoga saja DPR bisa kerja cepat, sehingga redenominasi segera terwujud. (gunarso ts)               

News Update