TERLALU. Itu predikat yang sekiranya pantas diberikan kepada oknum yang melakukan pungutan liar (pungli) kepada penerima bantuan sosial.
Pungli, minta komisi, meminta uang jasa atau imbalan dalam bentuk apa pun tidak dibenaran dalam pelayanan publik. Lebih – lebih sampai memotong bantuan sosial baik berupa uang atau barang.
Penerima bantuan sosial ( bansos) adalah warga masyarakat yang sedang dalam kesulitan secara ekonomi akibat terdampak pandemi Covid -19.
Tak sedikit warga yang kehilangan pekerjaan menyusul terhentinya produksi sejumlah pabrik, terhentinya kegiatan industri dan perdagangan, tutupnya pusat perbelanjaan, dan kegiatan ekonomi lainnya.
Dalam situasi seperti sekarang ini, hendaknya semua pihak ikut bergerak membantu mereka yang sedang kesulitan. Jika tidak mampu dengan hartanya, bisa dengan tenaganya, pikirannya, bahkan melalui doa indahnya.
Jika menjadi aparat yang diserahi tugas mendata warga kurang mampu ( dalam kondisi kesulitan ekonomi) yang akan mendapat bantuan sosial, hendaknya mendata secara riil dan objektif.
Riil berarti situasi yang dihadapi sekarang, apa adanya,setidaknya setelah pandemik mewabah negeri kita. Objektif berarti tidak ada keberpihakan karena adanya kedekatan atau perkawanan. Begitu pun ketika pembagian bantuan.
Di sinilah perlunya pengawasan ketat sejak awal pendataan hingga pembagian bansos agar tidak tercecer di tengah jalan yang dapat berakibat bansos sebagai jaring pengaman sosial tidak sesuai target dan sasaran.
Tak kalah pentingnya pengawasan terhadap mekanisme dan pelaksanaan program bantuan. Ini terkait dengan kemungkinan adanya pungli dan penyelewengan.
Faktanya, sebanyak 3.176 tersangka diamankan Tim Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Satgas Saber Pungli) Polri. Mereka diamankan terkait dugaan pungli bansos kepada keluarga penerima akibat wabah Covid-19.
Seperti diungkapkan Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono, pengungkapan kasus tersebut berawal dari pengaduan masyarakat yang diterima Satgas Saber Polri.