PENERIMAAN murid baru atau bahasa “ilmiah”-nya PPDB, kini lebih simpel. Bila dulu masuk SD,SMP, SMA dan SMK seleksi berdasarkan nilai, kini cukup lewat jarak sekolah-murid dan usia tertua. Tapi ternyata cara ini banyak orangtua jadi mangkel.
Wabah Corona belum reda kini orangtua sudah dipusingkan dengan pendaftaran murid baru. Tapi demi masa depan anak, meski pusing harus ditempuh juga. Untuk yang mau masuk SMP, SMA dan SMK, anak-anaknya diminta rajin belajar agar nanti test seleksi murid berjalan lancar dan lulus masuk sekolah favoritnya.
Tapi ternyata, oleh Mendikbud Nadiem Makarim sistem PPDB diubah. Bukan lagi diseleksi berdasarkan nilai tapi zonasi dan afirmasi. Sederhananya, murid yang diterima seleksinya lewat jarak murid ke sekolah dan umur tertua. Sistem ini diberlakukan manakala jumlah peminat melebihi kapasitas bangku yang ada.
Kok berseberangan dengan Covid-19 ya? Jika menanggulangi Corona setiap orang jaga jarak dan semakin jauh semakin baik, tapi penerimaan murid baru justru paling dekat yang diprioritaskan. Untuk di Ibukota, Gubernur Anies Baswedan pastilah ikut berbahagia, karena di situ ada semangat mengurangi kemacetan lalulintas.
Bila dari setiap calon murid tersebut dari jarak ternyata draw alias sama-sama dekat, barulah seleksi ke umur. Yang umur paling tua dari para calon murid, itulah yang diterima duluan. Yang lebih muda, mohon maaf dengan segala hormat, silakan mencari ke sekolah lain.
Sistem ini banyak diterima dengan senang hati oleh para orang tua murid, tapi banyak juga orang tua yang mencak-mencak. Mana pula itu, seleksi murid kok berdasarkan jarak dan umur tertua. Jadi anak-anak mereka yang belajar dengan tekun semalaman, tak dihargai sama sekali.
Bila modelnya begini, sekolah favorit bisa saja diisi oleh murid-murid yang kecerdasannya biasa saja, atau bahkan rendah, gara-gara dekat sekolah dan paling tua. Kasihan murid yang pintar malah tak diberi kesempatan. Saking mangkelnya, ada orangtua murid yang bilang, “Payah memang menteri Jokowi.”
Lho, lho, kok Jokowi lagi yang disalahkan? Tapi begitulah, kini aliran Salawi (semua salah Jokowi) sedang merebak. RI tak kirim haji tahun ini, yang disalahkan juga Jokowi. DPR bikin RUU HIP, lagi-lagi Jokowi yang kena. Bukan hanya menyalahkan, tapi malah minta MPR gelar sidang istimewa agar presiden dimakzulkan. Serem amat. (gunarso ts)