JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR RI Lamhot Sinaga menilai, Saat ini kebutuhan dalam negeri untuk produk petrokimia 60%-70% ditopang impor, hanya 30% mampu diproduksi di dalam negeri.
Akibatnya, setiap tahun hal ini menggerus devisa negara, selain itu ini juga menyangkut 'security' negara. Artinya tanpa industri petrochemical yang kuat, ketahanan industri kita menjadi lemah.
"Industri petrochemical (petrokimia) merupakan industri hulu yang akan mendukung ketersediaan beragam bahan baku untuk berbagai industri hilir seperti industri produk plastik, elektronik, otomotif, pipa, kabel listrik, dan wadah kedap udara. Di samping itu, industri ini mampu menyerap tenaga kerja yang cukup besar," katanya, Senin (29/6/2020).
Dalam RDP Pertamina dengan Komisi VI DPR RI hari Senin (29/29/2020), Lamhot dengan tegas mengusulkan, jika kilang-kilang lama maupun kilang baru pertamina yang akan dibangun tidak diintegrasikan dengan petrochemical maka sebaiknya Komisi VI DPR tidak menyetujui pembangunan kilang-kilang baru tersebut.
Lamhot mengatakan, pembangunan kilang-kilang baru Pertamina membutuhkan anggaran sekitar Rp700 triliun untuk satu kilang, sangat besar, sehingga wajib dimaanfatkan untuk mengintegrasikan dengan pembangunan industri petrokimia.
"Menurut saya Pertamina harusnya mampu mengintegrasikan kilang-kilangnya untuk memproduksi berbagai produk petrokimia sebagai industri turunan." katanya.
Politisi Partai Golkar ini mengatakan, kita harus segera menghentikan ketergantungan dengan impor, kita tidak mau Indonesia sebagai negara besar kalah dengan Malaysia dan Singapura dalam industri petrokimia.
"Kita memiliki sumber daya, kita memiliki BUMN besar seperti Pertamina yang mampu mewujudkan kemadirian kita dalam industry petrochemical," tutupnya. (rizal/ys)