ISTILAH atau motto “polisi sahabat anak” sudah lama terdengar. Dan ketika terjadi demo RUU HIP di gedung DPR kemarin, polisi telah membuktikannya. Puluhan ABG yang terlantar tak jadi ikut demo, dijamu makan siang dan dipulangkan ke rumah masing-masing.
Dulu imej polisi itu menakutkan, karena sejak kecil sosok polisi dijadikan orang tua untuk menakut-nakuti anaknya yang bandel atau rewel melulu. “Diam nggak, tuh ada polisi…!” kata si bapak. Dan anakpun terdiam, karena kebetulan hamba wet itu berkumis tebal dan berbadan besar.
Cara “mendidik” anak macam demikian terjadi di mana-mana, sehingga dulu kebanyakan anak-anak takut pada polisi. Jika ada perkecualian, pastilah mereka ini anak-anak polisi itu sendiri.
Tak jelas sejak kapan program “polisi sahabat anak” itu digelar, yang jelas hingga sekarang terus ada. Dan kemarin, ketika terjadi demo di DPR untuk menolak RUU HIP (Haluan Ideologi Pancasila), polisi membuktikan bahwa mereka sangat bersahabat dengan anak-anak.
Karena pengaruh “undangan” lewat medsos di HP-nya, para ABG itu tergoda untuk datang ke Jakarta. Mereka kebanyakan dari Tangerang, dan karena gagal menemukan TKD (Tempat Kejadian Demo), mereka jadi kebingungan. Di sana sini polisi menemukan para ABG yang kebingungan dan terlantar itu, jumlahnya sampai 40. Mereka dikumpulkan di Polda Metro Jaya dan diberi makan siang, baru dipulangkan ke rumah masing-masing.
Ketika ditanya wartawan, “Mau demo apa Dik?” Jawab mereka: nggak tahu! Maklumlah, namanya juga anak-anak. Mereka tak baca koran dan berita online sehingga tak tahu apa yang akan didemonya. Untung para ABG itu tak sempat tenggelam dalam kerumunan para pendemo.
Padahal tanpa physical distancing, bergerombol semacam itu sangat berisiko terkena Covid-19. Atau jika meninggal karena terpapar Corona, direken itung-itung mati syahid? (gunarso ts)