Tiga Pemda di Provinsi Banten Raih Predikat WTP dari BPK

Rabu 24 Jun 2020, 18:21 WIB
Tiga Kepala Daerah, yaitu Bupati Tangerang, Bupati Pandeglang, dan Wali Kota Serang saat menghadiri penyampaian opini BPK di Kantor BPK RI Perwakilan Provinsi Banten, Kota Serang, Rabu (24/6/2020). 

Tiga Kepala Daerah, yaitu Bupati Tangerang, Bupati Pandeglang, dan Wali Kota Serang saat menghadiri penyampaian opini BPK di Kantor BPK RI Perwakilan Provinsi Banten, Kota Serang, Rabu (24/6/2020). 

SERANG - Tiga pemerintah daerah di Provinsi Banten mendapat predikat Wajar Tanpa Pengeculian (WTP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) TA 2019 dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. Ketiga daerah itu, Pemerintah Kabupaten Tangerang, Kabupaten Pandeglang, dan Kota Serang.

Namun demikian, BPK RI masih menemukan permasalahan yang perlu menjadi perhatian mulai dari pengendalian pengelolaan dana BOS sampai pengelolaan piutang serta penerimaan pajak bumi bangunan (PBB) pedesaan dan perkotaan. Penyampaian opini BPK dilaksanakan di Kantor BPK RI Perwakilan Provinsi Banten, Kota Serang, Rabu (24/6/2020). 

Kepala BPK RI Perwakilan Banten Agus Khotib mengatakan, opini kewajaran didasarkan pada kriteria kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, efektivitas sistem pengendalian internal, penerapan standar akuntasi pemerintahan, pengungkapan yang cukup. "Perlu kami tegaskan kembali bahwa opini WTP merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai  kewajaran penyajian LK (laporan keuangan) dan bukan merupakan jaminan bahwa LK yang disajikan oleh pemerintah sudah terbebas dari adanya fraud atau tindakan kecurangan lainnya," katanya.

Dalam upaya terus mendorong peningkatan kualitas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, BPK menyampaikan beberapa permasalahan yang perlu mendapat perhatian dan harus terus diperbaiki oleh masing-masing pemerintah kabupaten/kota, sehingga tidak terulang kembali dimasa yang akan datang.

Pertama, pengendalian pengelolaan dana BOS pada Dinas Pendidikan belum memadai. Kedua, pengendalian atas pelaksanaan dan pelaporan belanja pemeliharaan jalan pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang tidak memadai. Ketiga,  pengelolaan piutang serta penerimaan PBB perdesaan dan perkotaan melum memadai.

"Pemutakhiran data PBB belum optimal yaitu objek pajak tidak ditemukan, SPPT ganda, objek pajak berupa fasos fasum. Pencatatan piutang PBB-P2 pada aplikasi belum sesuai pencatatan pada neraca," katanya.  

Kemudian, ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang- undangan dalam merealisasikan anggaran belanja barang dan jasa serta belanja modal. "Sehingga mengakibatkan kelebihan pembayaran dan pekerjaan tidak sesuai dengan spesifikasi kontrak pekerjaan yang merugikan keuangan daerah," tuturnya.(haryono/ruh)

Berita Terkait
News Update