WAKETUM Gerindra yang suka ngomong clap-clup (kelepasan) tak ada lain Arief Poyuono. Gara-gara ngomong “isyu PKI” dimainkan kadrun, PA-212 tersinggung. Kemarin dia mangkir dari sidang MK partai. Masih amankah kursi Waketum untuknya?
Elit politik Gerindra yang doyan nyinyir hanya dua, Fadli Zon dan Arief Poyuono. Jika diukur dari kegalakan kata, Arief Poyuono yang Waketum ini runer upnya. Tapi setelah sang Ketum jadi Menhan kabinet Jokowi, eks pegawai MNA (Merpati Nusantara Airlines) ini mulai ngerem bibirnya, bahkan jadi rajin menyebut Kangmas Jokowi.
Mungkin karena gawan bayi (pembawaan), dia masih suka ngomong clap-clup gaya Asmunian, yang sedikit kata-kata itu tapi sengak didengar. Nah, dalam wawancara Youtube tanpa mewakili partai dia bilang, “Isyu PKI sekarang ini dimainkan kadrun (kadal gurun).” Nah, Novel Bamukmin dari PA-212 pun tersinggung.
Tapi Arief Poyuono pantang menarik ucapannya, sehingga PA-212 mendesak Gerindra supaya copot Arief Poyuono. Meski Arief sudah menegaskan, ucapannya bukan atas nama partai. Majelis Kehormatan tetap memanggilnya untuk klarifikasi Selasa kemarin. Keruan saja Arief Poyuono tak mau datang, meski “direkomendasikan” untuk dipecat oleh Andre Rosiade pengurus Gerindra yang lain.
Sekarang yang “berantem” Andre-Arief sendiri, saling menelanjangi borok masing-masing. Kata Arief Poyuono, Andre anak kemarin sore tahu apa? Ketua DPD Gerindra Sumbar itupun menangkisnya, “Biar baru tapi berguna, ketimbang lama sering rugikan partai.”
Meski tak hadir, politisi Gerindra yang selalu berpeci itu tetap disidang in absentia. Mungkinkah MK partai melayani “rekomendasi” Andre Rosiade? Paling-paling kalau datang, nantinya juga sekedar teguran sebagai formalitas. Ini seperti nasib Andre sendiri tempo hari dalam kasus PSK di Sumbar.
Soalnya, meski kelihatannya nakal, sebetulnya Arief Poyuono ini anak manis. Di TV dia bisa debat sengit dengan Adian Napitupulu dari PDIP. Tapi di luar kamera mereka bisa gablok-gablokan bercanda.
Tapi dilihat dari namanya yang “Poyuono”, nasib kursi Waketum Gerindra masih dalam tanda tanya. Dalam bahasa Jawa, “po” berarti apakah, sedangkan “yuono” berarti selamat. Jadi nama itu sendiri mempertanyakan nasibnya, “Arief apakah selamat?” (gunarso ts)