UNTUK kali kesekian, pelecehan seksual terjadi di arena publik. Kali ini terjadi di sebuah gang di kawasan Beji, Depok. Pelaku meremas payudara karyawati yang sedang berjalan kaki pulang kerja.
Bahkan, aksi begal payudara, sebutan populer bagi pelaku peremas buah dada ini, terekam CCTV sehingga menjadi viral di media sosial.
Kejadiannya sebenarnya sudah sepekan lalu, tetapi baru beredar belakangan. Yang pasti pelecehan seksual dengan meremas payudara, bokong dan bagian sensitif wanita lainnya, sudah acap terjadi.
Tak hanya di Depok, juga daerah lain. Begitu pun lokasi tak hanya di gang kawasan permukiman, bisa juga di angkutan umum seperti bus TransJakarta dan KRL. Bahkan bisa terjadi di perkantoran atau tempat – tempat umum lainnya.
Kita bisa memaknai, pelecehan seksual sebenarnya tidak hanya benbentuk fisik berupa elusan, gesekan, senggolan atau remasan. Kata – kata porno yang sengaja dilontarkan pun sebenarnya bisa termasuk pelecehan.
Sayangnya pelecehan seksual ini bersifat delik aduan sehingga si korban, lazimnya wanita, selama ini dalam posisi kurang diuntungkan. Meski korban tahu persis pelakunya, tetapi tiadanya saksi dan bukti pendukung menjadikan kasus ini kadang terhenti di tengah jalan.
Padahal, tidak jarang sikap asusila yang dilakukan para pelaku menjadikan trauma berkepanjangan bagi korban yang bersangkutan.
Kita mengapresiasi petugas kepolisian yang bergerak cepat, tak sedikit pelaku yang ditangkap, dan diproses lebih lanjut. Tetapi tak sedikit juga yang dilepas karena bukti pelecehan kurang mendukung.
Mengantisipasi persoalan ini, tentunya pihak regulator dan pengambil kebijakan tidak sebatas menyiapkan angkutan massal yang aman dan nyaman bagi wanita, juga menyiapkan fasilitas publik untuk mencegah kemungkinan terjadinya penyimpangan dan pelecehan.
Tak kalah pentingnya sikap dari kaum hawa agar terhindari dari godaan pelecehan seperti berteriak dan berani melawan untuk mempersempit ruang gerak pelaku pelecehan. (*)